Tren Perumahan di Jepang Dengan Tinggal di Apartemen Kecil

Tren Perumahan di Jepang Dengan Tinggal di Apartemen Kecil – Jepang, sebuah negara dengan kepadatan penduduk yang tinggi dan lahan yang terbatas, telah melihat tren yang menarik dalam pola perumahan penduduknya. Mayoritas orang Jepang kini tinggal di apartemen kecil atau rumah berukuran kecil. Dalam artikel ini, kita akan membahas fenomena ini lebih lanjut dan faktor-faktor yang memengaruhinya.

Keterbatasan Lahan

Salah satu alasan utama di balik tingginya prevalensi apartemen kecil dan rumah berukuran kecil di Jepang adalah keterbatasan lahan yang tersedia. Sebagian besar wilayah Jepang merupakan pegunungan dan daerah berbukit, meninggalkan sedikit ruang untuk pembangunan perumahan yang luas. Oleh karena itu, untuk mengakomodasi populasi yang berkembang, apartemen dan rumah dengan ukuran yang lebih kecil menjadi pilihan yang lebih realistis.

Tren Perumahan di Jepang Dengan Tinggal di Apartemen Kecil

Biaya Tinggi

Biaya tanah yang tinggi di Jepang juga mempengaruhi pilihan perumahan penduduk. Tanah di daerah perkotaan, terutama di kota-kota besar seperti Tokyo dan Osaka, sangat mahal, membuat harga rumah dan apartemen yang besar menjadi tidak terjangkau bagi sebagian besar penduduk. Sebagai alternatif, apartemen kecil dan rumah berukuran kecil menjadi pilihan yang lebih terjangkau.

Gaya Hidup Urban

Gaya hidup urban yang berkembang di Jepang juga memainkan peran dalam popularitas apartemen kecil. Banyak orang Jepang yang lebih memilih tinggal di daerah perkotaan yang padat dengan fasilitas umum yang mudah diakses, seperti transportasi publik, pusat perbelanjaan, dan tempat hiburan. Apartemen kecil yang terletak di pusat kota menawarkan kenyamanan dan aksesibilitas yang diinginkan oleh banyak penduduk.

Penyesuaian dengan Kebutuhan Keluarga Kecil

Perubahan demografis juga mempengaruhi pola perumahan di Jepang. Semakin banyak pasangan muda yang memilih untuk memiliki keluarga yang lebih kecil atau bahkan tidak memiliki anak sama sekali, yang mempengaruhi preferensi mereka terhadap jenis perumahan yang mereka pilih. Apartemen kecil dan rumah berukuran kecil lebih sesuai dengan kebutuhan keluarga kecil, sehingga menjadi pilihan yang lebih populer.

Kepraktisan dan Efisiensi Energi

Apartemen kecil dan rumah berukuran kecil juga dapat lebih praktis dan efisien dari segi penggunaan energi. Mereka membutuhkan lebih sedikit energi untuk dipanaskan atau didinginkan, dan sering kali membutuhkan biaya pemeliharaan yang lebih rendah daripada rumah yang lebih besar. Ini membuat mereka menjadi pilihan yang menarik bagi individu dan keluarga yang ingin mengurangi jejak lingkungan mereka.

Tinggal di apartemen kecil atau rumah berukuran kecil telah menjadi tren yang dominan di Jepang, didorong oleh keterbatasan lahan, biaya tinggi, gaya hidup urban, dan perubahan demografis. Meskipun ada tantangan yang terkait dengan perumahan kecil, seperti keterbatasan ruang dan privasi, mereka menawarkan kepraktisan, aksesibilitas, dan efisiensi energi yang dihargai oleh banyak penduduk. Dengan terus berkembangnya populasi dan perubahan dalam kebutuhan perumahan, dapat diharapkan bahwa tren ini akan terus berlanjut di masa depan.

Inovasi Teknologi dan Budaya Pop di Jepang

Inovasi Teknologi dan Budaya Pop di Jepang – Jepang telah menjadi pusat inovasi teknologi selama beberapa dekade terakhir, tetapi di balik kemajuan teknologi yang pesat, budaya pop yang unik juga memainkan peran penting dalam mempengaruhi masyarakat dan tren global. Dalam artikel ini, kita akan menjelajahi bagaimana inovasi teknologi dan budaya pop saling berdampingan di Jepang, menciptakan kesenjangan menarik antara tradisi dan modernitas.

Teknologi Canggih: Cita Rasa Masa Depan

Jepang telah menjadi pemimpin dalam inovasi teknologi, dengan menciptakan berbagai perangkat elektronik, robot, dan teknologi canggih lainnya yang telah merubah cara hidup manusia. Dari robot humanoid hingga kendaraan listrik otonom, Jepang terus mengeksplorasi batas-batas kemungkinan teknologi untuk menciptakan solusi yang lebih efisien dan canggih.

Inovasi Teknologi dan Budaya Pop di Jepang

Budaya Pop: Pengaruh Global yang Luas

Di sisi lain, budaya pop Jepang, seperti manga, anime, musik J-Pop, dan permainan video, telah meraih popularitas global. Karya seni ini tidak hanya menghibur, tetapi juga mempengaruhi tren mode, desain, dan hiburan di seluruh dunia. Budaya pop Jepang telah menjadi salah satu aspek yang paling menonjol dari soft power negara tersebut.

Konvergensi Teknologi dan Budaya Pop

Ada konvergensi menarik antara teknologi canggih dan budaya pop di Jepang. Misalnya, Virtual YouTuber (VTuber) adalah fenomena yang semakin populer di Jepang, di mana karakter virtual digunakan sebagai host untuk saluran YouTube. Ini merupakan perpaduan unik antara teknologi animasi dan budaya pop yang menciptakan pengalaman hiburan baru.

Penggunaan Teknologi dalam Budaya Pop

Teknologi juga digunakan secara luas dalam produksi budaya pop Jepang. Contohnya adalah penggunaan teknologi CGI (Computer Generated Imagery) dalam pembuatan anime, yang memungkinkan penciptaan dunia fantasi yang mendalam dan visual yang menakjubkan. Permainan video Jepang juga terus berevolusi dengan memanfaatkan teknologi terbaru untuk meningkatkan pengalaman bermain.

Tantangan dan Peluang

Meskipun inovasi teknologi dan budaya pop Jepang telah mencapai tingkat yang mengesankan, ada juga tantangan yang dihadapi, termasuk perubahan demografis, pertumbuhan ekonomi yang lambat, dan persaingan global yang ketat. Namun, dengan kreativitas yang tak terbatas dan semangat inovasi yang kuat, Jepang memiliki potensi besar untuk terus menjadi pemimpin dalam bidang teknologi dan budaya pop di masa depan.

Inovasi teknologi dan budaya pop merupakan dua elemen yang khas dalam kehidupan modern Jepang. Meskipun mereka mungkin terlihat berbeda secara kasat mata, tetapi keduanya saling berdampingan dan saling memengaruhi, menciptakan kesenjangan yang menarik antara tradisi dan modernitas. Dengan terus menggabungkan kekuatan keduanya, Jepang dapat terus menjadi pusat inovasi dan inspirasi bagi dunia dalam bidang teknologi dan budaya pop.

Populasi Orang Tua Jepang Meningkat Akibat Kelahiran Rendah

Populasi Orang Tua Jepang Meningkat Akibat Kelahiran Rendah – Jepang menghadapi tantangan demografi yang signifikan, dengan populasi orang tua yang semakin tinggi sebagai hasil dari angka kelahiran yang rendah. Dalam artikel ini, kita akan membahas lebih dalam tentang dampak dari fenomena ini terhadap masyarakat Jepang dan upaya untuk mengatasi masalah demografi ini.

Penurunan Angka Kelahiran

Salah satu faktor utama yang menyebabkan populasi orang tua semakin tinggi di Jepang adalah penurunan dramatis dalam angka kelahiran. Banyak faktor yang berkontribusi terhadap penurunan ini, termasuk perubahan gaya hidup, kebijakan keluarga kecil, beban kerja yang berat, dan biaya besar yang terkait dengan merawat anak.

Populasi Orang Tua Jepang Meningkat Akibat Kelahiran Rendah

Penyusutan Generasi Muda

Penurunan angka kelahiran berdampak pada penyusutan generasi muda di Jepang. Dengan populasi anak-anak yang semakin menurun, proporsi populasi orang tua menjadi semakin tinggi. Hal ini dapat berdampak pada berbagai aspek kehidupan masyarakat, termasuk sistem pensiun, layanan kesehatan, dan infrastruktur sosial lainnya.

Tantangan Perekonomian

Populasi orang tua yang semakin tinggi juga memberikan tantangan ekonomi bagi Jepang. Dengan populasi yang semakin tua, tekanan pada sistem pensiun dan layanan kesehatan akan semakin meningkat. Biaya perawatan kesehatan dan kesejahteraan sosial juga akan meningkat sebagai hasil dari meningkatnya jumlah orang tua yang membutuhkan perawatan jangka panjang.

Dampak pada Struktur Keluarga

Penurunan angka kelahiran juga berdampak pada struktur keluarga di Jepang. Keluarga kecil dan jumlah anak yang sedikit menjadi semakin umum, yang berarti bahwa orang tua sering kali harus menghadapi tanggung jawab merawat orang tua mereka sendiri tanpa dukungan dari anak-anak mereka.

Upaya untuk Mengatasi Tantangan

Pemerintah Jepang menyadari pentingnya mengatasi masalah demografi ini dan telah mengambil langkah-langkah untuk mengatasi penurunan angka kelahiran. Ini termasuk program dukungan keluarga, kebijakan untuk meningkatkan dukungan untuk orang tua yang bekerja, insentif keuangan untuk keluarga yang memiliki anak, dan inisiatif untuk mendorong partisipasi perempuan di pasar kerja.

Penurunan angka kelahiran yang menyebabkan populasi orang tua semakin tinggi adalah tantangan serius yang dihadapi oleh Jepang saat ini. Dampak dari fenomena ini dapat dirasakan secara luas dalam berbagai aspek kehidupan sosial, ekonomi, dan demografi. Namun, dengan upaya yang tepat dari pemerintah dan masyarakat secara keseluruhan, diharapkan bahwa Jepang dapat mengatasi tantangan demografi ini dan menciptakan masa depan yang lebih berkelanjutan bagi generasi yang akan datang.

Menghargai Orang Tua, Sebagai Fondasi Budaya di Jepang

Menghargai Orang Tua, Sebagai Fondasi Budaya di Jepang– Penghormatan terhadap orang tua dan leluhur telah menjadi bagian integral dari budaya Jepang selama berabad-abad. Dalam artikel ini, kita akan menelusuri lebih dalam tentang pentingnya nilai-nilai ini dalam kehidupan sehari-hari di Jepang, serta dampaknya pada masyarakat dan tradisi yang diwariskan dari generasi ke generasi.

Konsep Filial Piety: Menghormati Orang Tua

Konsep filial piety atau penghormatan terhadap orang tua, dikenal sebagai “oyakoko” dalam bahasa Jepang, adalah salah satu nilai paling penting dalam budaya Jepang. Anak diharapkan untuk menghormati dan mematuhi orang tua mereka dengan penuh rasa hormat dan pengabdian. Ini mencakup merawat orang tua di masa tua mereka dan mendengarkan nasihat serta arahan mereka.

Menghargai Orang Tua, Sebagai Fondasi Budaya di Jepang

Perayaan Hari Orang Tua

Di Jepang, ada hari khusus yang ditujukan untuk menghormati orang tua, yang dikenal sebagai “Hari Orang Tua” atau “Oyako no Hi”. Pada hari ini, anak-anak menyatakan rasa terima kasih dan penghargaan mereka kepada orang tua dengan memberikan hadiah atau membuat makanan spesial untuk mereka. Ini adalah waktu yang penting untuk mengungkapkan rasa cinta dan rasa hormat kepada orang tua.

Tradisi Shinto dan Budaya Ancestral

Selain menghormati orang tua, penghormatan terhadap leluhur juga merupakan aspek penting dari budaya Jepang. Dalam agama Shinto, yang merupakan agama asli Jepang, leluhur dipandang sebagai roh-roh yang memainkan peran penting dalam kehidupan sehari-hari. Ritual dan upacara dilakukan untuk memuliakan leluhur, seperti “Obon” yang merupakan festival untuk menghormati arwah leluhur yang telah meninggal.

Hubungan yang Erat antara Generasi

Penghormatan terhadap orang tua dan leluhur membantu memperkuat hubungan antara generasi di Jepang. Anak-anak belajar untuk menghormati orang tua mereka sejak dini, yang menciptakan hubungan yang kuat dan saling menghargai antara keluarga yang berbeda generasi. Ini juga membantu memelihara nilai-nilai tradisional dan budaya yang diwariskan dari leluhur mereka.

Dampak pada Masyarakat Jepang

Penghormatan terhadap orang tua dan leluhur tidak hanya penting secara pribadi, tetapi juga memiliki dampak yang luas pada masyarakat Jepang secara keseluruhan. Ini membentuk dasar moral dan etika dalam hubungan antarindividu dan memperkuat rasa solidaritas dalam komunitas. Selain itu, ini juga membantu menjaga harmoni dalam keluarga dan masyarakat secara lebih luas.

Penghormatan terhadap orang tua dan leluhur merupakan nilai yang sangat penting dalam budaya Jepang, yang membentuk dasar kehidupan sosial dan moral di negara ini. Melalui penghargaan yang tulus terhadap orang tua dan leluhur, Jepang memelihara hubungan yang erat antara generasi dan mewarisi tradisi serta nilai-nilai yang kaya dari masa lalu. Oleh karena itu, penting bagi masyarakat Jepang untuk terus menerus menghormati dan memelihara nilai-nilai ini, sebagai bagian penting dari identitas budaya mereka yang unik.

Tradisi dan Budaya Minum Bersama di Jepang

Tradisi dan Budaya Minum Bersama di Jepang – Jepang terkenal bukan hanya karena keindahan alamnya dan teknologi canggihnya, tetapi juga karena budaya sosial yang kaya, termasuk budaya minum bersama yang unik. Dalam artikel ini, kita akan menjelajahi lebih dalam tentang budaya minum bersama di Jepang, tradisi yang memainkan peran penting dalam mempererat hubungan antarindividu.

Izakaya: Tempat Berkumpul dan Bersantap

Izakaya adalah tempat minum bersama yang sangat populer di Jepang. Ini adalah bar atau restoran kecil yang menawarkan berbagai minuman keras dan makanan ringan yang cocok untuk dinikmati bersama teman atau rekan kerja. Di izakaya, orang Jepang dapat bersantai setelah hari kerja sambil menikmati minuman dan makanan, serta berbincang-bincang dengan teman-teman mereka.

Tradisi dan Budaya Minum Bersama di Jepang

Nomikai: Acara Minum Bersama

Nomikai adalah acara minum bersama yang sering diadakan di Jepang, baik untuk keperluan sosial maupun bisnis. Acara ini bisa berupa pesta kantor, pertemuan alumni, atau perayaan lainnya. Nomikai menciptakan kesempatan bagi orang-orang untuk menghilangkan stres, meningkatkan kerjasama, dan memperkuat hubungan sosial.

Sake: Minuman Tradisional Jepang

Sake adalah minuman beralkohol tradisional Jepang yang seringkali menjadi pusat perhatian dalam budaya minum bersama. Sake merupakan minuman berbahan dasar beras yang dihasilkan melalui fermentasi, dan memiliki berbagai macam rasa dan kualitas. Di Jepang, minum sake bersama merupakan tradisi yang membantu menciptakan suasana yang hangat dan ramah.

Etiket Minum Bersama

Ada etiket khusus yang harus diikuti saat minum bersama di Jepang. Misalnya, ketika seseorang menuangkan minuman untuk Anda, Anda diharapkan untuk mengangkat gelas Anda sebagai tanda penghormatan. Selain itu, minum dengan santai dan menghargai teman-teman serta rekan kerja merupakan bagian penting dari etiket minum bersama di Jepang.

Manfaat Hubungan Sosial

Budaya minum bersama di Jepang tidak hanya tentang menikmati minuman dan makanan, tetapi juga tentang membangun dan memperkuat hubungan sosial. Melalui interaksi yang santai dan ramah di izakaya atau nomikai, orang Jepang dapat membentuk ikatan yang kuat dengan teman-teman, kolega, dan mitra bisnis mereka.

Budaya minum bersama di Jepang adalah bagian penting dari kehidupan sosial dan bisnis di negara ini. Dengan izakaya yang ramai, acara nomikai yang meriah, dan minuman sake yang lezat, budaya minum bersama menciptakan kesempatan untuk bersantai, bersosialisasi, dan memperkuat hubungan antarindividu. Oleh karena itu, bagi siapa pun yang ingin memahami lebih dalam tentang masyarakat Jepang, memahami budaya minum bersama merupakan langkah yang penting.

Tekanan Sosial dan Ekonomi di Tengah Penduduk Jepang

Tekanan Sosial dan Ekonomi di Tengah Penduduk Jepang – Jepang, sebuah negara yang dikenal dengan kemajuan teknologinya, juga memiliki penduduk yang sering kali dihadapkan pada tekanan sosial dan ekonomi yang tinggi. Dalam artikel ini, kita akan membahas lebih dalam tentang tantangan dan strategi untuk mengatasi tekanan ini di tengah kepadatan penduduk Jepang yang khas.

Persaingan yang Ketat di Pasar Kerja

Salah satu sumber tekanan utama bagi penduduk Jepang adalah persaingan yang ketat di pasar kerja. Dengan jumlah lulusan yang tinggi setiap tahunnya, persaingan untuk mendapatkan pekerjaan yang baik dan stabil menjadi sangat sengit. Hal ini menciptakan tekanan yang besar bagi individu untuk terus meningkatkan kualifikasi dan kemampuan mereka agar dapat bersaing dalam pasar kerja yang kompetitif.

Tekanan Sosial dan Ekonomi di Tengah Penduduk Jepang

Biaya Hidup yang Tinggi

Biaya hidup yang tinggi juga menjadi masalah serius di Jepang, terutama di kota-kota besar seperti Tokyo dan Osaka. Biaya sewa tempat tinggal, pendidikan, dan kebutuhan sehari-hari lainnya dapat memberikan tekanan ekonomi yang signifikan bagi penduduk, terutama bagi mereka yang berpenghasilan rendah atau berada di bawah garis kemiskinan.

Tuntutan Sosial dan Budaya

Tekanan sosial juga berasal dari tuntutan budaya dan sosial yang kuat di Jepang. Misalnya, budaya kerja yang mengharuskan karyawan untuk bekerja lembur dan mengorbankan waktu bersama keluarga, serta norma-norma yang menekankan pentingnya kesuksesan dan prestasi dalam karier, dapat menciptakan tekanan psikologis yang besar bagi individu.

Masalah Kesehatan Mental

Tekanan sosial dan ekonomi yang tinggi dapat berdampak negatif pada kesehatan mental penduduk Jepang. Masalah seperti kecemasan, depresi, dan stres kronis semakin umum di kalangan penduduk Jepang, terutama di kalangan pekerja yang merasakan beban kerja yang berat dan tekanan untuk mencapai standar yang tinggi.

Upaya untuk Mengatasi Tekanan

Meskipun tantangan ini nyata, ada berbagai upaya yang dilakukan untuk mengatasi tekanan sosial dan ekonomi di Jepang. Misalnya, program dukungan kesehatan mental semakin banyak tersedia, kampanye kesadaran tentang pentingnya keseimbangan kerja-hidup dilakukan, dan kebijakan fleksibilitas kerja diperkenalkan oleh beberapa perusahaan.

Penduduk Jepang seringkali diwarnai dengan tekanan sosial dan ekonomi yang tinggi, yang dapat berdampak negatif pada kesejahteraan individu dan masyarakat secara keseluruhan. Meskipun tantangan ini kompleks, langkah-langkah yang diambil untuk mengatasi tekanan ini adalah langkah penting menuju menciptakan lingkungan yang lebih sehat dan berkelanjutan bagi penduduk Jepang. Dengan dukungan dari pemerintah, perusahaan, dan masyarakat secara keseluruhan, diharapkan bahwa tekanan sosial dan ekonomi di Jepang dapat dikurangi, sehingga penduduk dapat hidup dengan lebih sejahtera dan bahagia.

kesetaraan gender di Jepang masih jauh dari sempurna

kesetaraan gender di Jepang masih jauh dari sempurna – Meskipun Jepang sering dianggap sebagai negara maju dengan kemajuan ekonomi yang pesat, kenyataannya adalah bahwa kesetaraan gender di negara ini masih jauh dari sempurna. Dalam artikel ini, kita akan mengulas tantangan dan perjuangan yang masih terjadi dalam perjalanan menuju kesetaraan gender di Jepang.

Partisipasi Perempuan dalam Pasar Kerja

Salah satu tantangan utama dalam mencapai kesetaraan gender di Jepang adalah tingkat partisipasi perempuan dalam pasar kerja yang relatif rendah. Meskipun tingkat pendidikan perempuan di Jepang meningkat, masih ada hambatan yang signifikan bagi perempuan untuk masuk dan maju dalam karier profesional. Faktor-faktor seperti stereotip gender, norma-norma budaya yang menekankan peran tradisional perempuan sebagai ibu dan pengasuh, serta kurangnya dukungan struktural dari pemerintah dan perusahaan menjadi penghambat dalam partisipasi perempuan di tempat kerja.

kesetaraan gender di Jepang masih jauh dari sempurna

Kesenjangan Gaji Gender

Kesenjangan gaji antara pria dan wanita masih menjadi masalah serius di Jepang. Meskipun undang-undang anti-diskriminasi telah diterapkan, kesenjangan gaji gender tetap tinggi. Perempuan sering kali dibayar lebih rendah daripada rekan pria mereka, bahkan untuk pekerjaan yang sebanding. Ini dapat menghambat kemajuan ekonomi perempuan dan berdampak negatif pada kemandirian finansial mereka.

Representasi dalam Posisi Pimpinan

Perempuan juga masih kurang diwakili dalam posisi kepemimpinan dan manajemen di berbagai sektor di Jepang. Meskipun ada peningkatan jumlah perempuan yang memegang posisi manajerial, proporsi mereka masih jauh dari pria. Hambatan seperti plafon kaca, budaya kerja yang menekankan jam kerja yang panjang, dan kurangnya dukungan untuk keseimbangan kerja-hidup seringkali menghalangi perempuan untuk mencapai puncak karier.

Budaya Perusahaan yang Konservatif

Budaya perusahaan yang konservatif juga merupakan penghambat utama dalam mencapai kesetaraan gender di Jepang. Banyak perusahaan masih menganut nilai-nilai yang patriarkal dan mengharapkan karyawan, terutama perempuan, untuk menyesuaikan diri dengan norma-norma yang ada. Ini dapat menciptakan lingkungan kerja yang tidak ramah bagi perempuan dan mempersulit kemajuan mereka dalam karier.

Langkah-Langkah Menuju Perubahan

Meskipun tantangan besar masih ada, langkah-langkah menuju perubahan mulai terlihat di Jepang. Ada peningkatan kesadaran tentang pentingnya kesetaraan gender di tingkat pemerintah, perusahaan, dan masyarakat secara keseluruhan. Inisiatif seperti pengenalan kebijakan cuti orang tua yang lebih panjang, program pelatihan untuk menciptakan kesadaran tentang kesetaraan gender, dan kampanye untuk mendorong perusahaan menerapkan praktik kerja yang inklusif semakin banyak dilakukan.

Meskipun kesetaraan gender di Jepang masih jauh dari sempurna, langkah-langkah menuju perubahan positif telah dimulai. Penting bagi pemerintah, perusahaan, dan masyarakat untuk terus bekerja sama untuk mengatasi hambatan-hambatan yang ada dan memastikan bahwa setiap individu, tanpa memandang jenis kelamin, memiliki kesempatan yang sama untuk berkembang dan sukses dalam kehidupan mereka. Dengan kesadaran yang lebih besar dan tindakan konkret, kita dapat bersama-sama mencapai kesetaraan gender yang lebih baik di masa depan.

Sistem Pendidikan Ketat di Jepang, Fondasi Karier yang Kuat

Sistem Pendidikan Ketat di Jepang, Fondasi Karier yang Kuat – Sistem pendidikan di Jepang dikenal secara luas karena standarnya yang ketat dan persaingan yang serius. Di negara ini, pendidikan bukan hanya sekadar proses belajar mengajar, tetapi merupakan fondasi penting dalam membangun karier yang sukses. Dalam artikel ini, kita akan mengeksplorasi lebih dalam tentang sistem pendidikan ketat di Jepang, serta implikasinya terhadap siswa dan masyarakat secara keseluruhan.

Kurikulum yang Tertata dengan Ketat

Salah satu ciri khas sistem pendidikan di Jepang adalah kurikulum yang sangat terstruktur dan ketat. Setiap tingkat pendidikan memiliki standar kurikulum yang telah ditetapkan oleh pemerintah, yang mencakup berbagai mata pelajaran seperti matematika, ilmu pengetahuan, bahasa, dan seni. Siswa diharapkan untuk menguasai materi tersebut sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan.

Sistem Pendidikan Ketat di Jepang, Fondasi Karier yang Kuat

Persiapan untuk Ujian Masuk Universitas

Salah satu puncak dari ketatnya sistem pendidikan di Jepang adalah ujian masuk universitas yang sangat kompetitif. Siswa dihadapkan pada tekanan besar untuk berhasil dalam ujian masuk universitas, yang sering kali menjadi penentu utama dalam menentukan masa depan akademis dan karier mereka. Persiapan untuk ujian ini dimulai sejak awal sekolah menengah atas, dan siswa sering mengikuti kelas tambahan di luar jam belajar reguler untuk mempersiapkan diri dengan baik.

Kebijakan Evaluasi yang Ketat

Selain ujian masuk universitas, siswa di Jepang juga dinilai secara ketat melalui berbagai tes dan evaluasi lainnya. Nilai akademis yang tinggi sering kali dianggap sebagai ukuran kesuksesan dalam pendidikan, dan ada tekanan besar bagi siswa untuk mencapai prestasi akademis yang tinggi. Hal ini dapat menciptakan lingkungan belajar yang sangat kompetitif di antara siswa.

Budaya Belajar yang Intensif

Budaya belajar yang intensif adalah bagian integral dari kehidupan siswa di Jepang. Banyak siswa menghabiskan banyak waktu di sekolah, bahkan setelah jam belajar selesai, untuk belajar di klub-klub ekstrakurikuler atau menghadiri kelas tambahan. Budaya ini mencerminkan nilai-nilai kerja keras, disiplin, dan keseriusan dalam pendidikan yang ditanamkan dalam masyarakat Jepang.

Prestasi Akademis yang Tinggi

Meskipun sistem pendidikan Jepang dianggap ketat, hasilnya seringkali mencengangkan dengan tingkat prestasi akademis yang tinggi. Siswa Jepang sering memperoleh peringkat tinggi dalam evaluasi internasional seperti PISA (Program for International Student Assessment), yang menunjukkan efektivitas sistem pendidikan mereka dalam mempersiapkan siswa untuk berhasil dalam bidang akademis.

Sistem pendidikan yang ketat di Jepang adalah bagian integral dari kehidupan siswa dan masyarakat secara keseluruhan. Meskipun ada banyak manfaat dari pendekatan ini, seperti tingkat prestasi akademis yang tinggi, hal ini juga dapat menimbulkan tekanan yang besar bagi siswa. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah dan lembaga pendidikan untuk memastikan bahwa pendekatan pendidikan yang ketat tetap seimbang dengan kesejahteraan dan perkembangan holistik siswa.

Budaya Kerja Jepang, Dedikasi Tinggi dan Konsep Salaryman

Budaya Kerja Jepang, Dedikasi Tinggi dan Konsep Salaryman – Budaya kerja Jepang seringkali menjadi sorotan di tingkat global karena komitmen yang tinggi terhadap pekerjaan dan fenomena “salaryman” yang ikonik. Dalam artikel ini, kita akan melihat lebih dekat tentang budaya kerja Jepang yang terkenal dengan dedikasi yang tinggi terhadap pekerjaan dan bagaimana konsep “salaryman” memengaruhi kehidupan pekerja di Jepang.

Komitmen yang Tinggi terhadap Pekerjaan

Salah satu ciri khas budaya kerja Jepang adalah komitmen yang tinggi terhadap pekerjaan. Banyak pekerja Jepang yang mengabdikan waktu dan tenaga mereka untuk mencapai kesuksesan dalam karier mereka. Mereka seringkali bekerja lembur atau bahkan berakhir larut malam demi menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan.

Budaya Kerja Jepang, Dedikasi Tinggi dan Konsep Salaryman

Budaya “Salaryman”

Konsep “salaryman” adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan pekerja kantoran di Jepang yang bekerja dengan penuh dedikasi untuk perusahaan mereka. Mereka seringkali diidentifikasi dengan pakaian bisnis yang formal, tas punggung hitam, dan kehadiran di kantor yang lama, bahkan setelah jam kerja resmi berakhir.

Pencitraan Sosial

Bagi banyak “salaryman”, citra sosial dan reputasi perusahaan menjadi hal yang sangat penting. Mereka berusaha untuk menjaga reputasi baik perusahaan dengan menunjukkan dedikasi dan komitmen tinggi terhadap pekerjaan. Ini seringkali menjadi faktor yang mendorong mereka untuk bekerja lebih keras dan lebih lama dari yang seharusnya.

Tekanan Sosial dan Mental

Namun, budaya kerja yang intens ini juga dapat menimbulkan tekanan sosial dan mental pada para pekerja. Beban kerja yang berat dan ekspektasi yang tinggi dapat menyebabkan stres, kelelahan, dan bahkan masalah kesehatan mental seperti kecemasan atau depresi. Fenomena “karoshi” atau kematian karena kelelahan kerja telah menjadi isu yang serius di Jepang.

Perubahan Menuju Keseimbangan Kerja-Hidup

Meskipun demikian, ada tren perubahan di Jepang menuju keseimbangan kerja-hidup yang lebih baik. Banyak perusahaan mulai menyadari pentingnya menjaga kesehatan dan keseimbangan hidup para karyawannya. Inisiatif seperti kebijakan bekerja dari rumah, cuti libur yang lebih fleksibel, dan dukungan untuk kesejahteraan mental semakin umum di perusahaan-perusahaan Jepang.

Budaya kerja Jepang yang terkenal dengan komitmen tinggi terhadap pekerjaan dan konsep “salaryman” adalah bagian integral dari kehidupan pekerja di Jepang. Meskipun ada banyak manfaat dari dedikasi yang tinggi terhadap pekerjaan, seperti prestasi karier yang tinggi, hal itu juga dapat menimbulkan tekanan sosial dan mental yang serius. Oleh karena itu, penting bagi perusahaan dan pemerintah untuk terus memperhatikan kesejahteraan para pekerja dan memastikan bahwa keseimbangan kerja-hidup yang sehat didukung dan dijaga.

Merayakan Keindahan Ritual dan Festival di Jepang

Merayakan Keindahan Ritual dan Festival di Jepang – Jepang adalah negeri yang kaya akan tradisi dan budaya, yang tercermin dalam berbagai ritual dan festival yang meriah di seluruh negeri. Setiap tahun, jutaan wisatawan dari seluruh dunia datang untuk menyaksikan keindahan dan keunikan acara-acara ini. Artikel ini akan membahas beberapa ritual dan festival terkenal di Jepang, serta mengapa mereka begitu menarik bagi pengunjung lokal dan internasional.

Hanami: Festival Melihat Bunga Sakura

Hanami adalah ritual yang sangat terkenal di Jepang di mana orang berkumpul di taman dan tempat-tempat terbuka lainnya untuk menyaksikan mekar nya bunga sakura (ceri Jepang). Ini biasanya dilakukan pada musim semi ketika bunga sakura mulai mekar, dan merupakan momen yang sangat dinantikan bagi banyak orang Jepang dan wisatawan.

Merayakan Keindahan Ritual dan Festival di Jepang

Obon: Festival Menghormati Leluhur

Obon adalah festival Buddhis yang dirayakan untuk menghormati arwah leluhur yang telah meninggal. Ini adalah waktu di mana orang kembali ke kampung halaman mereka untuk berkumpul dengan keluarga dan merayakan dengan menyalakan lentera, menari, dan mengunjungi makam leluhur. Obon sering dianggap sebagai momen untuk menghormati dan mengenang para leluhur dengan penuh kasih sayang.

Gion Matsuri: Festival Tradisional di Kyoto

Setiap bulan Juli, Gion Matsuri, salah satu festival terbesar dan terkenal di Jepang, diadakan di Kyoto. Ini adalah festival yang meriah dengan parade karnaval, panggung pertunjukan, dan berbagai ritual keagamaan. Festival ini memperingati perlindungan dari dewa pelindung kota dan merupakan bagian penting dari warisan budaya Kyoto yang kaya.

Tanabata: Festival Bintang di Langit

Tanabata, juga dikenal sebagai “Festival Bintang”, dirayakan pada tanggal 7 Juli atau 7 Agustus di Jepang, tergantung pada kawasan. Ini adalah festival yang merayakan kisah legendaris tentang pertemuan Orihime dan Hikoboshi, dua bintang yang dipisahkan oleh Sungai Amanogawa (Galaksi Bimasakti). Orang merayakan Tanabata dengan menulis harapan mereka di kertas dan menggantungkannya di pohon bambu.

Awa Odori: Festival Tari Tradisional di Tokushima

Awa Odori adalah festival tari tradisional yang diadakan di kota Tokushima, Pulau Shikoku, pada bulan Agustus. Ribuan penari dan musisi berkumpul di jalan-jalan kota untuk menari dan merayakan dalam parade yang penuh warna dan semarak. Awa Odori menarik banyak pengunjung dari dalam dan luar negeri untuk merasakan kegembiraan dan semangat festival ini.

Ritual dan festival di Jepang tidak hanya mencerminkan warisan budaya yang kaya, tetapi juga memperkaya pengalaman dan pemahaman kita tentang masyarakat Jepang. Dari Hanami yang merayakan keindahan musim semi hingga Gion Matsuri yang megah di Kyoto, setiap festival memiliki pesona dan keunikan tersendiri. Bagi siapa pun yang tertarik dengan budaya Jepang, menghadiri salah satu festival ini merupakan pengalaman yang tak terlupakan.

Masyarakat Jepang Lebih Mengutamakan Kepentingan Kelompok

Masyarakat Jepang Lebih Mengutamakan Kepentingan Kelompok – Masyarakat Jepang terkenal dengan budaya kolektivitas yang kuat, di mana kepentingan kelompok sering ditempatkan di atas kepentingan individu. Hal ini tercermin dalam berbagai aspek kehidupan sehari-hari, mulai dari tempat kerja hingga lingkungan sosial. Dalam artikel ini, kita akan menjelajahi lebih dalam mengapa masyarakat Jepang cenderung mengutamakan kepentingan kelompok daripada individu, serta implikasinya dalam kehidupan sehari-hari.

Budaya Konformitas

Salah satu faktor utama yang menyebabkan masyarakat Jepang mengutamakan kepentingan kelompok adalah budaya konformitas yang kuat. Norma-norma sosial yang kaku sering mengharuskan individu untuk menyesuaikan diri dengan kelompok dan mengikuti aturan yang telah ditetapkan. Ini menciptakan suasana di mana pengambilan keputusan dan tindakan lebih didasarkan pada kepentingan kolektif daripada keinginan pribadi.

Masyarakat Jepang Lebih Mengutamakan Kepentingan Kelompok

Konsep Harmoni (Wa)

Konsep harmoni, atau “wa”, adalah prinsip penting dalam budaya Jepang yang mengedepankan keselarasan dan keseimbangan di antara anggota masyarakat. Untuk mencapai harmoni sosial, seringkali individu diharapkan untuk menahan diri dan mengutamakan kepentingan kelompok secara keseluruhan. Ini berarti menghindari konflik atau ketegangan yang dapat mengganggu keselarasan dalam hubungan sosial.

Solidaritas Sosial

Masyarakat Jepang juga menunjukkan tingkat solidaritas sosial yang tinggi, di mana individu cenderung merasa terikat dengan kelompok atau komunitas mereka. Solidaritas ini mendorong orang untuk bekerja sama dan saling mendukung demi mencapai tujuan bersama. Dalam konteks ini, kepentingan kelompok sering dianggap lebih penting daripada kepentingan individu.

Penghargaan terhadap Kontribusi Kelompok

Budaya Jepang juga memiliki penghargaan yang tinggi terhadap kontribusi yang diberikan oleh individu terhadap kelompok atau organisasi mereka. Orang yang berkontribusi secara signifikan terhadap keberhasilan kelompok sering dihargai dan diakui, sehingga mendorong individu untuk lebih mengutamakan kepentingan kelompok dalam tindakan dan keputusan mereka.

Pengaruh Budaya dan Sejarah

Pengaruh budaya dan sejarah Jepang juga berperan dalam pembentukan pola pikir kolektivitas dalam masyarakat. Nilai-nilai seperti rasa hormat terhadap otoritas, kesetiaan terhadap kelompok, dan keterikatan dengan tradisi telah menjadi bagian integral dari identitas Jepang selama berabad-abad

Masyarakat Jepang yang mengutamakan kepentingan kelompok daripada individu mencerminkan warisan budaya yang kaya dan nilai-nilai yang mengedepankan keselarasan dan solidaritas sosial. Meskipun ada keuntungan dalam mempromosikan kerjasama dan harmoni dalam masyarakat, hal ini juga dapat menimbulkan tekanan untuk menyesuaikan diri dengan norma-norma sosial yang keras dan kurangnya ruang untuk berekspresi secara individual. Oleh karena itu, pemahaman akan dinamika ini penting bagi siapa pun yang ingin memahami masyarakat dan budaya Jepang dengan lebih baik.

Budaya Etiket Sosial Kuat di Jepang, Fondasi Kesopanan

Budaya Etiket Sosial Kuat di Jepang, Fondasi Kesopanan – Jepang, dengan warisan budaya yang kaya, terkenal dengan budaya etiket sosialnya yang kuat. Etiket sosial ini merupakan aspek penting dari kehidupan sehari-hari masyarakat Jepang dan mencerminkan nilai-nilai tradisional yang diwarisi dari generasi ke generasi. Dalam artikel ini, kita akan menjelajahi lebih dalam tentang budaya etiket sosial yang kuat di Jepang, serta mengapa hal itu begitu penting dalam kehidupan sehari-hari.

Keberhasilan Melalui Kesopanan

Salah satu aspek utama dari budaya etiket sosial di Jepang adalah pentingnya kesopanan dalam berinteraksi dengan orang lain. Memberi salam dengan sopan, menggunakan bahasa yang hormat, dan memperlihatkan penghargaan yang tulus merupakan norma yang dijunjung tinggi dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan dalam situasi yang penuh tekanan, menjaga kesopanan tetap diutamakan.

Budaya Etiket Sosial Kuat di Jepang Sebagai Fondasi dan Harmoni

Konsep Harmoni (Wa)

Konsep harmoni, atau “wa” dalam bahasa Jepang, adalah prinsip penting dalam budaya etiket sosial Jepang. Ini mengacu pada pentingnya mempertahankan keseimbangan dan keselarasan di antara individu dalam masyarakat. Konflik dan konfrontasi sering dihindari demi menjaga perdamaian dan harmoni di dalam kelompok.

Pentingnya Ekspresi Terima Kasih

Penggunaan kata “arigatou” atau “terima kasih” adalah bagian yang tak terpisahkan dari budaya etiket sosial Jepang. Ini bukan hanya ungkapan sopan, tetapi juga menunjukkan rasa terima kasih yang tulus dan penghargaan terhadap bantuan atau pelayanan yang diterima dari orang lain. Bahkan untuk hal kecil sekalipun, ekspresi terima kasih dianggap penting.

Budaya Menyusun Antrian

Menyusun antrian dengan rapi dan menunggu giliran dengan sabar adalah norma yang dijunjung tinggi dalam budaya etiket sosial Jepang. Ini mencerminkan rasa hormat terhadap orang lain dan membantu menjaga keteraturan dalam situasi ramai, seperti di stasiun kereta api atau restoran.

Ketulusan dalam Ucapan Permintaan Maaf

Minta maaf dengan tulus adalah bagian integral dari budaya etiket sosial Jepang. Bahkan jika tidak secara langsung bertanggung jawab atas kesalahan yang terjadi, banyak orang Jepang merasa perlu untuk menyampaikan permintaan maaf sebagai ungkapan empati dan rasa tanggung jawab sosial.

Menyajikan Makanan dengan Sopan

Cara menyajikan makanan dengan sopan adalah hal yang sangat dihargai dalam budaya etiket sosial Jepang. Ini mencakup cara menyajikan makanan dengan indah dan merapikan peralatan makan setelah selesai makan. Ini tidak hanya menunjukkan keterampilan dalam beretika makan, tetapi juga menghargai pelayanan yang diberikan oleh tuan rumah.

Budaya etiket sosial yang kuat di Jepang mencerminkan nilai-nilai tradisional yang mengedepankan kesopanan, harmoni, dan kerjasama di dalam masyarakat. Dengan mematuhi aturan-aturan etiket sosial ini, masyarakat Jepang membentuk lingkungan yang sopan, teratur, dan harmonis. Oleh karena itu, penghargaan terhadap budaya etiket sosial Jepang adalah langkah penting dalam memahami dan menghormati masyarakat Jepang.

Etiket Membungkuk di Jepang

Etiket Membungkuk di Jepang – Saat berjalan melalui Tokyo di malam hari, Anda kemungkinan besar akan melihat beberapa kelompok pengusaha dan wanita bisnis membungkuk di antara mereka saat mereka mengucapkan selamat tinggal untuk malam itu.

Konsep membungkuk di Jepang, seperti kapan dan bagaimana membungkuk terkadang membingungkan. Saat belajar bahasa Jepang, Anda belajar tentang berbagai tingkat kesopanan dan hal-hal yang menyiratkannya. slotonline

Etiket Membungkuk di Jepang

Membungkuk juga merupakan tindakan hormat dan kesopanan dan mungkin sulit untuk membedakan antara membungkuk satu dari yang lain, tetapi baik untuk belajar tentang etiket di Jepang. Mari kita membahas dasar-dasar cara membungkuk di Jepang.

Mengapa orang Jepang membungkuk?

Tindakan membungkuk di Jepang diperkirakan dimulai sekitar 500 hingga 800 M, ketika Buddhisme Cina diperkenalkan ke Jepang. Saat itu membungkuk digunakan untuk menggambarkan status, seperti ketika menyapa orang dengan status sosial yang lebih tinggi, orang akan menundukkan kepala untuk menunjukkan posisi yang lebih rendah untuk menandakan bahwa mereka bukan ancaman.

Anda dapat melihat ini di banyak film dan drama yang dibuat di masa lalu. Hampir setiap orang diharapkan untuk tunduk atau berlutut kepada otoritas tertinggi seperti raja dan ratu.

Di Jepang modern, membungkuk memiliki beberapa kegunaan yang berbeda. Membungkuk di Jepang sekarang digunakan untuk berterima kasih, meminta, memberi selamat, dan meminta maaf kepada orang lain. Ini menjadi alat budaya penting yang diajarkan kepada setiap orang di Jepang untuk melakukannya dengan benar, mulai dari anak-anak hingga pekerja perusahaan.

Bagaimana cara membungkuk Jepang – dan cara membungkuk di Jepang

Membungkuk umumnya memiliki dua sikap, duduk dan berdiri. Setiap busur memiliki tiga poin kunci – punggung orang tersebut harus tetap lurus dan tidak melengkung, kaki dan pinggul orang tersebut harus tetap pada posisi yang sama saat berdiri, dan saat membungkuk seseorang harus menarik napas saat membungkuk dan menghembuskan napas saat meluruskan kembali.

Jenis busur di Jepang

Meskipun esensi dari busur pada umumnya tetap sama, ada berbagai jenis busur Jepang – mari kita lihat mereka.

1. Eshaku

Busur paling kasual, yang digunakan di antara teman atau kerabat, cukup dilakukan dengan menganggukkan kepala sedikit. Busur Jepang yang lebih formal juga disebut “busur salam,” eshaku digunakan di antara orang-orang dengan status yang sama, seperti rekan kerja atau teman dari teman. Biasanya dipasangkan dengan sapaan seperti “selamat pagi” (ohayo gozaimasu) atau sepulang kerja (otsukaresama desu). Busur ini dilakukan pada sudut 15 derajat.

2. Senrei

“Busur sopan” yang disebut senrei dilakukan sambil duduk dan membutuhkan 30 derajat membungkuk. Digunakan dalam acara formal dan semi formal. Seluruh busur harus berlangsung antara dua dan tiga detik, jadi jangan langsung bangun lagi.

3. Keirei

Keirei adalah jenis busur Jepang yang paling umum, dilakukan pada sudut 30 derajat sambil berdiri. Biasanya digunakan untuk mengucapkan terima kasih atau menyapa orang, seperti pelanggan, juga digunakan saat pertama kali bertemu orang.

4. Saikeirei dan Shazai

Ini adalah jenis busur yang lebih langka, disediakan untuk orang-orang khusus seperti manajer, mertua, atau pelanggan penting. Membungkuk pada sudut 45 derajat, saikeirei digunakan untuk menunjukkan rasa hormat yang mendalam atau permintaan maaf yang tulus, ditahan selama sekitar 3 detik.

Terakhir, bentuk membungkuk yang paling tinggi dan paling langka, shazai . Dalam haluan ini, orang yang membungkuk membungkuk ke depan 70 derajat dan menahan posisi ini selama 4 detik. Haluan ini biasanya hanya terlihat ketika perusahaan harus secara terbuka meminta maaf atas kesalahan mereka setelah menyebabkan masalah bagi pelanggan mereka dan orang lain.

Menguasai Seni Membungkuk di Jepang

Meskipun ada beberapa bentuk sujud lainnya, sebagian besar dilakukan untuk acara keagamaan tertentu. Semua aturan ini mungkin banyak yang harus diambil sekaligus, tetapi aturan umum adalah: semakin formal suatu acara atau semakin tinggi otoritasnya, semakin rendah dan panjang haluan yang seharusnya.

Etiket Membungkuk di Jepang

Catatan tambahan: Meletakkan tangan di depan dada saat membungkuk adalah kesalahan umum, itu tidak digunakan di Jepang modern kecuali dalam ibadah.

Membungkuk adalah bagian intrinsik dan mendasar dari masyarakat Jepang. Itu sudah mendarah daging ke titik di mana orang bahkan membungkuk saat di telepon. Kesopanan dan rasa hormat adalah kualitas yang telah diungkapkan Jepang sepanjang sejarahnya yang panjang.

Dibalik Stereotip ‘Orang Jepang Sangat Sopan dan Baik!’

Dibalik Stereotip ‘Orang Jepang Sangat Sopan dan Baik!’ – Orang Jepang tampaknya diselimuti stereotip seperti yang tidak ada di negara lain. Dari mesin penjual otomatis yang tidak jelas hingga toilet berbicara, dari rasa malu orang-orang di Jepang hingga mode subkultur mereka yang eksentrik.

Di tengah prasangka dan meme, kami bertanya-tanya – seperti apa sebenarnya Jepang itu? Sebagai seseorang yang lahir dan besar di Jepang, saya akan mencoba yang terbaik untuk berbagi perspektif orang dalam tentang stereotip umum yang dimiliki orang tentang negara asal saya. Salah satunya adalah bahwa orang Jepang sangat baik dan sopan. idnslot

Dibalik Stereotip ‘Orang Jepang Sangat Sopan dan Baik!’

Dari anime hingga sushi, Jepang meninggalkan jejak budayanya di seluruh dunia. Ini dikenal sebagai negara yang unik dan inovatif yang merupakan sumber dari banyak tren dan penemuan, beberapa berguna, yang lain lucu.

Namun, ada satu aspek dari negara maju yang mengalami evolusi unik yang tak terbantahkan, terutama dibandingkan dengan negara-negara lain di Asia dan Eropa. Saya berbicara tentang komunikasi di dunia global. Dan terutama kebaikan orang Jepang yang sering dipuji ada hubungannya dengan ini. (Berikut ini adalah perspektif warga negara Jepang.)

“Mengapa Orang Jepang Sangat Sopan!” – Dari Mana Stereotip Ini Berasal?

“Orang Jepang sangat baik!” adalah ungkapan yang akan sering Anda baca atau dengar dari wisatawan, dari mana pun mereka berasal.

Tentu saja, bertemu orang-orang dengan kepribadian yang baik dan lembut memainkan peran penting dalam persepsi tentang Jepang ini, tetapi orang-orang yang ramah seperti itu dapat ditemukan di seluruh dunia. Jadi, dari mana stereotip ini berasal?

Salah satu alasannya adalah konsep “omotenashi”, sebuah kata yang sering diterjemahkan dengan “keramahan”, meskipun kata itu tidak mencakup semua arti omotenashi. Ini lebih dari kebaikan yang tulus terhadap tamu; itu juga mata yang tajam untuk detail, kesadaran untuk kebutuhan individu, dan upaya selalu untuk bekerja ekstra.

Faktor lainnya adalah betapapun ramainya, di dalam kereta, misalnya, orang Jepang selalu berusaha untuk “mematuhi aturan”, yang pada dasarnya berarti memperhatikan kode sosial, etiket, dan sopan santun – bahkan jika itu menyusahkan.

Pola pikir ini memiliki efek yang nyata. Jika Anda kehilangan dompet di Jepang, kemungkinan dompet itu tidak dicuri tetapi dikembalikan ke kotak polisi terdekat hampir sangat tinggi. Situasi ini sering diceritakan secara anekdot sebagai stereotip positif tentang Jepang, tetapi juga merupakan bagian penting dari cerita perjalanan. Ini adalah kebaikan yang terkenal di Jepang.

Namun, kebaikan ini tidak terikat pada situasi atau orang tertentu di Jepang. Sebaliknya, ini adalah bagian integral dari apa artinya menjadi orang Jepang. Hal ini terutama terlihat ketika seseorang dari Jepang berinteraksi dengan seseorang dari negara yang berbeda, tetapi terlihat sangat berbeda antara dua orang Jepang.

Komunikasi antar bangsa

Bayangkan Anda seorang turis internasional di Jepang dan, katakanlah, Anda tersesat. Jika Anda memutuskan untuk meminta bantuan orang Jepang yang lewat, kemungkinan besar Anda akan bertemu dengan orang yang ramah dan baik hati yang akan berusaha membantu Anda sebaik mungkin, tanpa mempedulikan hambatan bahasa. Pengalaman positif seperti itu tentunya tidak hanya terjadi di Jepang.

Komunikasi Antar Orang Jepang

Namun, hal-hal terlihat agak berbeda antara dua orang Jepang. Pola pikir yang dimiliki banyak orang Jepang dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat diwakili oleh pemikiran seperti “bagaimana saya bisa melibatkan orang lain sesedikit mungkin” atau “bagaimana saya bisa membatasi kontak dengan orang asing seminimal mungkin.”

Dengan kata lain, jika orang di Jepang tidak akan menemukan turis tetapi orang Jepang lain dalam situasi bermasalah, kemungkinan untuk bereaksi dengan kebaikan yang dijelaskan di atas jauh lebih rendah.

Secara umum, orang Jepang berusaha untuk melibatkan orang Jepang lainnya sesedikit mungkin. Jika mereka melihat seseorang dalam kesulitan, di stasiun kereta, misalnya, Anda akan melihat banyak orang lewat tanpa bereaksi, apakah mereka sedang terburu-buru atau tidak.

Ini mungkin karena pola pikir tidak ingin melibatkan orang lain dan karenanya juga tidak ingin terlibat dengan orang lain. Prioritas utama bukanlah membantu tetapi tidak terjebak dalam apa pun, diperkuat oleh pemikiran bahwa “seseorang pasti akan membantu.”

Jangan Mengganggu Orang Lain – Bahkan Anjing

Izinkan saya menjelaskan ini melalui contoh unik yang menggambarkan pola pikir untuk tidak mengganggu dan melibatkan orang lain.

Sekarang bayangkan diri Anda berada di sebuah taman di Jepang, di mana seseorang berjalan-jalan dengan anjingnya. Di sebagian besar dunia, akan sangat masuk akal untuk mendatangi orang tersebut, berbicara dengan mereka, dan bahkan mungkin memelihara anjing, terutama jika Anda sering bertemu dengan mereka berdua. Persahabatan sering lahir dari interaksi kecil dan ramah seperti itu.

Namun, pemandangan yang sama tidak akan terjadi seperti ini di Jepang. Berbicara dengan seseorang yang tidak dikenal, bahkan jika Anda bertemu dengan mereka setiap hari dalam perjalanan, adalah hal yang tidak boleh.

Jika Anda masih mendekati pemilik untuk komentar ramah atau obrolan santai, mereka mungkin akan pergi dengan kaget ringan. Bahkan mereka yang merespons dengan sopan mungkin akan berusaha untuk menjauhkan diri secara fisik dan mental dari Anda, untuk mencapai kontak minimum mutlak.

Perilaku semacam ini eksklusif untuk Jepang, saya pikir – Anda tidak akan menemukannya di negara-negara Asia lainnya seperti Taiwan, Cina, dan di seluruh Asia Tenggara.

“Tatemae” – Alat Komunikasi Jepang untuk Kebaikan dan Rasa Hormat

Bisa dibilang bahwa menyadari tatapan orang-orang di sekitar saya adalah bagian dari sifat orang Jepang, serta prinsip yang selalu ada untuk tidak menimbulkan masalah bagi orang lain. Terutama yang terakhir adalah konsep bahwa setiap anak yang tumbuh di Jepang diajarkan sejak awal.

“Jika semua orang melakukannya seperti ini, Jepang pasti akan menjadi tempat tinggal yang menyenangkan” adalah ide di baliknya.

Namun, upaya untuk tidak menimbulkan masalah disertai dengan upaya lain: upaya untuk terlihat baik di mata orang lain.

Campuran prinsip-prinsip ini menciptakan konsep unik “tatemae”, yang paling tepat diterjemahkan sebagai “posisi publik” sebagai lawan dari pemikiran pribadi atau keyakinan nyata. Oleh karena itu, kebaikan orang Jepang yang agung adalah hasil dari keinginan ingin terlihat baik oleh orang lain.

Jika Anda bekerja di perusahaan Jepang, Anda akan berpartisipasi dalam “nomikai”, pesta minum besar yang biasanya melibatkan seluruh departemen.

Di negara lain, menjalin pertemanan dengan rekan kerja Anda sambil makan siang bersama atau minum bir setelah bekerja relatif umum – Jepang adalah masalah yang berbeda. Karena kesadaran terus-menerus untuk tidak melibatkan dan menyusahkan orang lain, serta mengkhawatirkan bagaimana orang lain melihat Anda, membentuk persahabatan yang jujur dan terbuka bisa jadi sulit.

Pesta minum adalah contoh yang bagus untuk ini. Dengan banyak orang, suasananya santai dan menyenangkan, dan Anda mungkin bersenang-senang dengan orang di sebelah Anda.

Setelah berbicara sebentar, Anda mungkin akan menyarankan: “Ayo pergi minum kapan-kapan!” Kedengarannya seperti awal dari persahabatan baru, dan memang, Anda mungkin menemukan diri Anda di bar untuk minum bir setelah bekerja dengan teman baru Anda beberapa hari kemudian.

Namun, jika Anda berbicara dengan orang-orang di Jepang, “Ya, tentu!” juga bisa menjadi kasus tatemae. Menyetujui sesuatu sementara sebenarnya tidak memiliki niat tulus untuk menindaklanjuti adalah contoh utama.

Berlawanan dengan apa yang mungkin Anda pikirkan, ini tidak dihitung sebagai kebohongan. Sebaliknya, itu datang dari kebaikan yang sama yang dicatat turis tentang orang Jepang. Niat sebenarnya tidak sepenting menjaga percakapan tetap menyenangkan dan membuat orang lain senang. Bagi kami orang Jepang, ini adalah hal yang menyenangkan untuk dilakukan,

Globalisasi: Menggunakan Kebaikan sebagai Perisai

Bahkan setelah melihat stereotip “orang Jepang yang baik” lebih dekat, tidak dapat disangkal bahwa kebaikan adalah bagian yang tidak terpisahkan dari pola pikir orang Jepang. Setiap orang yang tumbuh di Jepang membawanya bersama mereka.

Namun, negara kepulauan Jepang juga berada di bawah pengaruh globalisasi, mengadopsi, dan beradaptasi dengan pengaruh budaya dari seluruh dunia.

Jepang secara historis dikenal dengan perkembangan pesat, dan beberapa dekade terakhir tidak terkecuali. Namun, interaksi dan komunikasi manusia mungkin tidak dapat mengikuti perubahan tersebut.

Dibalik Stereotip ‘Orang Jepang Sangat Sopan dan Baik!’

Jepang modern berubah dari satu hari ke hari lainnya, baik pada tingkat teknologi maupun budaya. Negara ini adalah rumah bagi banyak kepribadian, dan sementara semua orang mencoba yang terbaik untuk hidup berdampingan satu sama lain, kebaikan orang Jepang tampaknya berubah menjadi perisai.

Mari saya jelaskan: Bahkan jika kita melihat seseorang berada dalam masalah, kita cenderung mengutamakan perasaan kita sendiri dan tidak akan mendekat karena kita menavigasi dunia dengan konsep tidak mengganggu dan melibatkan – bagi kita, ini adalah cara untuk menjaga keseimbangan dan menghindari masalah.

Saya percaya bahwa ini adalah kunci komunikasi di Jepang. Perisai kebaikan ini sepertinya selalu muncul sebelum interaksi apa pun, dan melewatinya bisa sangat sulit.

Bagaimana Tingkat Kejahatan Jepang Dibandingkan dengan Negara Lain di Dunia

Bagaimana Tingkat Kejahatan Jepang Dibandingkan dengan Negara Lain di Dunia – Jepang adalah negara di mana Anda akan melihat hal-hal yang umumnya dikatakan agak tidak disarankan di tempat lain, seperti orang yang tidur di kereta dengan barang-barang mereka di tempat terbuka.

Bagaimana Tingkat Kejahatan Jepang Dibandingkan dengan Negara Lain di Dunia

Meski Jepang dipandang sebagai “negara yang aman dan tenteram”, tetap saja ada insiden yang membuat orang mempertanyakan keamanannya. Kami memutuskan untuk membandingkan fakta dan angka dari negara lain untuk benar-benar mengetahui apakah Jepang seaman kelihatannya. slot gacor

Salah satu Kejahatan Kekerasan dengan Jumlah Terendah di Seluruh Dunia

Silakan lihat tabel di bawah ini. Tabel ini menunjukkan jumlah kasus pembunuhan dalam beberapa tahun terakhir per 100.000 orang yang dibagi antara 221 negara dan wilayah di seluruh dunia. El Salvador, di Amerika Tengah, memiliki tingkat pembunuhan tertinggi dengan lebih dari 108 kasus, yang sangat tinggi jika dibandingkan dengan negara lain.

Ada sekitar 27 kasus di Brazil, yang menjadi tuan rumah Olimpiade pada tahun 2016 tercatat terdapat masalah keamanan. Amerika memiliki 4,88 kasus yang dikaitkan dengan peraturan senjata yang buruk di negara tersebut. Ada 0,92 kasus di Inggris, yang dianggap sebagai negara damai di Eropa, dengan Korea Selatan, Cina, dan Taiwan di sekitar sekitar 0,8 kasus.

Jepang duduk lebih rendah dengan jumlah mereka di 0,31. Karena Jepang berada di urutan #197, ini menunjukkan bahwa negara tersebut adalah negara dengan tingkat pembunuhan yang sangat sedikit.

Bahkan Mengenai Kejahatan yang Lebih Rendah daripada Pembunuhan, Jepang Lebih Aman

Mari kita pertimbangkan kejahatan selain pembunuhan, dimulai dengan kasus pencurian yang berurusan dengan pelancong dari luar negeri. Tabel di bawah ini juga didasarkan pada jumlah insiden per 100.000 orang, tetapi catat jumlah kejahatan pencurian yang tidak melibatkan segala bentuk cedera tubuh seperti pencopetan dan pencurian bagasi.

Jepang mencatat 356,2 kasus, dengan 531,65 kasus di negara tetangga Korea Selatan. Kedua angka tersebut masih rendah jika dibandingkan dengan 1.773,40 kasus di Amerika Serikat atau 2.208,58 kasus di Inggris dan Wales.

Ketika mempertimbangkan kasus perampokan dengan kekerasan, Amerika mencatat 101,74 kasus, Inggris dan Wales 87,52, dengan Jepang 2,41. Ini jelas menunjukkan bahwa kasus perampokan di Jepang secara signifikan lebih rendah dibandingkan dengan negara lain.

Alasan Wanita Bisa Jalan Sendiri di Malam Hari

Jadi, bagaimana angka-angka itu terlihat ketika mempertimbangkan pelanggaran seksual terhadap perempuan? Tabel di bawah ini menunjukkan jumlah kasus pemerkosaan per 100.000 orang.

Meskipun tabel ini berisi beberapa data lama, jelas bahwa Jepang sangat aman jika dibandingkan dengan negara lain. Hanya ada 0,99 kasus di Jepang untuk 51,04 di Inggris dan Wales, dengan 38,55 kasus di Amerika Serikat, dan 20,12 di Prancis.

Hati-hati dengan Kendaraan Anda

Bagaimana angka dibandingkan dengan pencurian mobil? Saat meninjau jumlah pencurian mobil besar-besaran mobil pribadi per 100.000 orang, ada sekitar 20 kasus untuk Jepang, dengan rata-rata 160 kasus untuk Amerika Serikat dan Prancis. Jika dibandingkan dengan negara-negara tersebut angkanya lebih rendah namun masih pada rasio sekitar 1 banding 8.

Karena kepemilikan mobil di masing-masing negara tidak diperhitungkan, angka tersebut tidak komprehensif, namun jika dibandingkan dengan negara Asia lainnya, hanya ada 0,9 kasus. di Indonesia, dan 1,7 kasus yang membuat Jepang menjadi kasus yang lebih ekstrim dan tidak dapat dianggap aman di wilayah ini.

Selain pencurian mobil, insiden vandalisme dan pembobolan juga telah dicatat, jadi ketika meninggalkan mobil Anda, pastikan untuk mengambil tindakan pencegahan kejahatan seperti membawa barang-barang berharga Anda dan meletakkan barang-barang lainnya, seperti koper, jauh dari pandangan.

Kejahatan Penipuan Menonjol di Jepang

dengan total kerusakan sekitar 39,47 miliar yen. Baru-baru ini, contoh penipuan semacam itu telah dilaporkan di negara-negara Asia, serta Amerika Serikat dan lainnya, tetapi di Jepang, kejahatan penipuan ini sangat tinggi.

Bagaimana Tingkat Kejahatan Jepang Dibandingkan dengan Negara Lain di Dunia

Jepang Dapat Dianggap Negara yang Aman karena Kejahatan yang Dilakukan Tidak Membahayakan Nyawa

Ketika melihat angka-angka kejahatan ini, citra Jepang sebagai negara yang aman bertahan karena nilai numerik kejahatan ini relatif rendah. Setiap kesempatan untuk menjadi korban kejahatan berbahaya atau kekerasan sangat rendah. Kota mana pun yang Anda kunjungi, Anda akan mendapati kota itu bersih di mana orang-orangnya mematuhi hukum dan menjaga sopan santun mereka.

Inilah sebabnya mengapa Anda akan menemukan orang-orang tertidur di kereta api dan wanita berjalan sendirian di malam hari yang memberi kesan kepada wisatawan bahwa “Jepang adalah negara yang aman”. Sayangnya, akan berlebihan untuk mengatakan bahwa tidak ada kejahatan. Jelaslah bahwa orang asing di Jepang telah menjadi korban kejahatan yang lebih ringan. Silakan menikmati masa tinggal Anda di Jepang, tetapi pastikan untuk memperhatikan lingkungan sekitar Anda untuk membantu memastikan keselamatan dan keamanan Anda.

6 Fakta Tentang Populasi Tokyo

6 Fakta Tentang Populasi Tokyo – Lihat saja fakta Tokyo dan Anda akan melihat banyak di sekitar populasi kota yang sangat besar. Orang-orang yang mengunjungi Jepang untuk pertama kalinya sering dikejutkan oleh banyaknya orang di kereta Tokyo pada jam-jam sibuk atau di Shibuya Crossing, persimpangan tersibuk di planet ini. Tempat-tempat wisata juga selalu ramai dan bahkan ketika berjalan menyusuri jalan di area populer, seringkali sulit untuk tidak menabrak seseorang.

6 Fakta Tentang Populasi Tokyo

Menurut pembaruan Demographia World Urban Areas 2019, Tokyo adalah “Megacity” terbesar di dunia!

Tokyo menampung sekitar 10% dari populasi Jepang. Jika Anda memasukkan wilayah metro Tokyo yang lebih besar seperti Kanagawa, Saitama, dan Chiba, total populasi Tokyo mencapai 38 juta orang! Total populasi Jepang adalah sekitar 127 juta orang, jadi itu adalah 30% kekalahan – dan menjadikan Tokyo sebagai daerah perkotaan terpadat di dunia. idn slot

Di sini, kami membandingkan populasi Tokyo dengan prefektur dan kota Jepang lainnya di seluruh dunia, dan juga akan melihat perubahan dan masalah terkait masa depan.

1. Berapa populasi Tokyo pada tahun 2020? (Dan bagaimana perbandingannya dengan kota-kota Jepang lainnya?)

Prefektur Kanagawa dan Osaka menempati posisi kedua dan ketiga, namun, Tokyo memiliki penduduk sekitar 1,5 kali lebih banyak daripada Kanagawa yang 9,18 juta orang. Tokyo adalah satu-satunya prefektur yang memiliki lebih dari 10 juta orang yang tinggal di dalamnya.

Fakta menarik lainnya di Tokyo: sekitar 420.000 orang telah pindah dari bagian lain Jepang ke Tokyo pada tahun 2017 saja karena kuliah dan bekerja, terutama dari daerah Kanto.

Sekitar 20% orang (total 80.000) pindah ke Tokyo dari Prefektur Kanagawa, sementara Saitama dan Chiba mengikuti dengan masing-masing 10% (50.000 orang). Mayoritas orang pindah ke 23 distrik Tokyo yang merupakan pusat politik dan ekonomi Jepang, dan setiap tahun, Jepang tampaknya semakin terpusat di Tokyo.

2. Kepadatan Penduduk Tokyo Dibandingkan Dengan Kota-Kota Dunia Lainnya

Pada tahun 2018, populasi dunia telah meningkat menjadi sekitar 7,3 miliar orang dan diperkirakan akan mencapai 10 miliar orang pada tahun 2050. Ada peningkatan yang stabil di Eropa dan Amerika Serikat, sementara Timur Tengah, Asia, dan Afrika diperkirakan akan tumbuh bahkan lebih banyak di masa depan. Tapi di mana tempat paling padat penduduknya di dunia?

Daerah metropolitan dengan populasi lebih dari 10 juta disebut kota besar, dan saat ini, ada 37 di antaranya tersebar di planet ini. Termasuk dalam jumlah ini adalah Tokyo, Osaka, dan Nagoya, tiga kota terbesar di Jepang.

Sementara Jepang saat ini mengalami penurunan populasi secara keseluruhan, Tokyo adalah pengecualian dan terus berkembang, dengan jumlah penduduk terbesar dari semua kota di dunia.

Fakta Tokyo lainnya: Diperkirakan Tokyo juga akan menjadi kawasan perkotaan dengan kepadatan penduduk tertinggi di dunia pada 2030. Ibu kota Jepang Tokyo memang sudah menjadi kawasan perkotaan terbesar di dunia dengan jumlah penduduk lebih dari 38 juta jiwa, termasuk Kanagawa yang berdekatan, Saitama, dan Prefektur Chiba.

3. Peringkat Kepadatan Penduduk Jepang berdasarkan Prefektur

Mari kita lihat fakta menarik lainnya di Tokyo – kepadatan penduduk di Jepang menurut prefektur. Tentu saja, pemenangnya adalah Tokyo, yang memiliki kepadatan penduduk sekitar 1,5 kali lebih tinggi dari Osaka di tempat kedua.

Melihat Jepang secara keseluruhan, kepadatan ini adalah 340/km², yang berarti bahwa rata-rata 340 orang tinggal di satu kilometer persegi. Namun, untuk Tokyo, angka ini melonjak menjadi 6.200/km², yang 18 kali lebih tinggi dari rata-rata seluruh Jepang!

Setelah Osaka, daerah yang paling padat penduduknya adalah yang dekat dengan Tokyo, yaitu Kanagawa dan Saitama, serta Aichi dengan Nagoya sebagai ibu kota prefekturnya. Prefektur lain yang memiliki kepadatan penduduk tinggi adalah prefektur yang memiliki kota lebih dari 10 juta orang, seperti Fukuoka dan Hyogo.

4. Fakta Tokyo: Peringkat Kepadatan Penduduk oleh Ward

Sekarang, fakta Tokyo lainnya: daerah mana di dalam kota yang paling padat penduduknya? Ketika membandingkan ukuran prefektur Jepang, Tokyo hanya berada di peringkat 45 dari 47 dengan hanya 2.191/km². Namun, kepadatan penduduknya sebesar 6.263,97/km² sangat tinggi!

Dari seluruh populasi (13,75 juta orang), 23 bangsal bagian dalam mencakup sekitar 70% dari semua orang dengan sekitar 930.000 jiwa. Dibandingkan dengan kotamadya lain, pulau-pulau, dan sebagainya, itu adalah jumlah yang sangat besar – sebenarnya, 7% dari seluruh penduduk Jepang tinggal di 23 distrik di Tokyo.

Yang paling populer di antara mereka adalah Setagaya, Nerima, dan Ota. Bangsal ini sangat luas dekat dengan area kantor seperti Chiyoda dan Minato. Itu membuat mereka menjadi pilihan populer bagi orang-orang yang bekerja di sana, dan mereka tampaknya memiliki status kota komuter.

Kepadatan penduduk sangat tinggi di Toshima. Di situlah Ikebukuro berada, distrik pusat kota yang ramai dan populer di kalangan anak muda seperti Shinjuku atau Shibuya . Tempat kedua dan ketiga jatuh ke Nakano dan Arakawa.

Anehnya, memasak hanya pada siang hari, Distrik Minato memiliki populasi tertinggi, diikuti oleh Setagaya dan Chiyoda. Baik Minato maupun Chiyoda dikenal sebagai kawasan bisnis paling terkemuka di Jepang, sehingga banyak orang bekerja di sini pada siang hari sebelum kembali ke rumah mereka pada malam hari. Setagaya adalah yang terpadat dari 23 distrik di Tokyo.

5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi & Mengubah Populasi Tokyo

Menurut statistik populasi untuk wilayah Tokyo, populasi tidak pernah menurun di 23 distrik dan kotamadya Tokyo sejak tahun 1996. Ketika berbicara tentang “peningkatan dan penurunan sosial,” yang berarti orang berpindah dari satu area ke area lain, populasi area metropolitan Tokyo meningkat selama 11 tahun berturut-turut.

Sementara Jepang secara keseluruhan mencapai puncaknya pada tahun 2008 dalam hal populasi, Tokyo tidak mengalami penurunan dan terus berkembang. Pada tahun 1995, 9,2% dari total populasi Jepang tinggal di Tokyo, tetapi jumlah tersebut telah meningkat menjadi 10,1% pada tahun 2015 hanya dalam kurun waktu 10 tahun.

Alasan peningkatan ini adalah karena banyak orang tertarik ke Tokyo dan banyak hiburannyafasilitas, ragam acara, dan statusnya sebagai fashion hot spot. Universitas dan kesempatan kerja juga memainkan peran kunci, dan dikatakan bahwa dua dari lima orang yang tinggal di Tokyo pindah ke kota bukan penduduk asli kota.

Tokyo memiliki ekonomi yang besar dan banyak perusahaan besar memiliki kantor pusat di sana, jadi pindah untuk mencari pekerjaan atau untuk relokasi terkait pekerjaan juga merupakan faktor utama.

Namun, pertumbuhan penduduk yang stabil ini tidak hanya memiliki sisi positif. Tokyo memiliki salah satu sistem perkeretaapian terbesar di dunia, namun, sebanding dengan kepadatan penduduknya, kereta sangat ramai (tingkat naiknya 200% selama waktu puncak di daerah yang paling ramai) selama jam sibuk pagi dan sore hari.

Selain itu, menyebabkan kenaikan harga sewa, dan dalam kasus bencana alam seperti gempa bumi, angin topan, dan hujan salju lebat, jumlah orang yang akan terdampar dan tidak dapat kembali ke rumah melalui transportasi umum akan banyak.

Karena begitu banyak bangunan yang sangat dekat satu sama lain, kebakaran lebih mudah menyebar, dan tidak ada cukup tempat penitipan anak dan taman kanak-kanak. Dengan bertambahnya populasi, jumlah anak juga meningkat, dan kurangnya tempat penitipan anak dan tempat penitipan anak menjadi masalah besar, memaksa orang tua untuk berhenti bekerja.

Karena populasi terkonsentrasi di Tokyo semakin banyak, daerah pedesaan mengalami penurunan yang parah. Pada tahun 2017, satu-satunya prefektur yang mengalami pertumbuhan penduduk adalah Tokyo, Saitama, China, Kanagawa, Aichi, dan Okinawa, sedangkan sisanya mengalami emigrasi.

Kehilangan populasi tertinggi terjadi di Aomori, Iwate, Yamagata, dan Shimane, dan ada prediksi bahwa lebih dari 80% kota akan kehilangan semua wanita antara usia 20 dan 39 tahun pada tahun 2040. Kaum muda bermigrasi ke kota untuk mencari pekerjaan, yang selanjutnya memicu lingkaran setan penurunan populasi di daerah pedesaan.

6. Fakta Tokyo: Seperti Apa Penduduk Tokyo di Masa Depan?

Inilah salah satu fakta Tokyo yang aneh. Menurut perkiraan populasi Tokyo pada tahun 2060, diperkirakan akan mencapai puncaknya pada tahun 2025 pada 13,98 juta orang. Namun, ini adalah angka untuk keseluruhan Tokyo.

Jika melihat 23 kelurahan dalam saja, puncak populasi akan terjadi pada tahun 2030. Persentasenya dari total populasi wilayah metropolitan akan meningkat menjadi 11,4% pada tahun 2035, yaitu 1,3% lebih banyak dari 10,1% pada tahun 2015. Itu berarti bahwa Konsentrasi penduduk Tokyo akan meningkat.

6 Fakta Tentang Populasi Tokyo

Fakta menarik lainnya di Tokyo berkaitan dengan jumlah orang non-Jepang di kota ini. Penduduk asing Jepang (warga negara non-Jepang yang telah tinggal di Jepang selama lebih dari 3 bulan) naik menjadi 2,3 juta pada tahun 2017, yaitu sekitar 150.000 orang lebih banyak dari tahun sebelumnya. Rekor ini dipecahkan tahun demi tahun. Dikatakan bahwa hampir 500.000 warga negara asing tinggal di Tokyo pada saat ini.

Sementara itu, jumlah penduduk Jepang diasumsikan akan turun menjadi 12,12 juta orang pada tahun 2035, yang akan turun 15% dibandingkan tahun 2015. Sampai sekarang, tingkat pertumbuhan Tokyo sangat tinggi dengan 0,8%, tetapi itu sangat tergantung pada imigrasi ke Tokyo dari daerah lain di Jepang, mempercepat penurunan populasi di seluruh negeri. Penurunan ini akan memiliki efek yang besar di Tokyo juga.

Setelah Sepuluh Tahun Bencana di Fukushima, Apakah Tanggapan Jepang Sudah Benar?

Setelah Sepuluh Tahun Bencana di Fukushima, Apakah Tanggapan Jepang Sudah Benar? – Dunia melihat sesuatu yang belum pernah tertangkap kamera pada 12 Maret 2011: sebuah ledakan merobek atap pembangkit listrik tenaga nuklir – Fukushima Daiichi Jepang. Ledakan itu sebenarnya bukan nuklir, itu adalah hasil dari gas hidrogen panas yang bertemu dengan udara luar yang sejuk setelah gempa bumi dan tsunami Tohoku. Tetapi perbedaan itu tidak menjadi masalah – ada sesuatu yang jelas salah besar.

Setelah Sepuluh Tahun Bencana di Fukushima, Apakah Tanggapan Jepang Sudah Benar?

Satu dekade setelah tragedi itu, banyak orang masih berduka atas hampir 16.000 orang yang kehilangan nyawa karena tsunami. Sementara tidak ada yang meninggal akibat radiasi setelah kecelakaan radiasi di Fukushima Daiichi, kira-kira dua ribu orang lanjut usia meninggal sebelum waktunya sebagai akibat dari evakuasi paksa mereka dan tidak diragukan lagi lebih banyak lagi dari jumlah besar orang yang mengungsi mengalami kesusahan. raja slot

Untuk meminimalkan penderitaan dalam kecelakaan nuklir di masa depan, ada pelajaran penting dari Maret 2011 yang harus dipetik.

Bagaimana seharusnya reaksi pemerintah ketika dihadapkan dengan bukti yang jelas dari bahan radioaktif yang dilepaskan ke lingkungan? Sebuah preseden ditetapkan 25 tahun sebelumnya, di Chernobyl di Ukraina. Di sana, pihak berwenang mengevakuasi penduduk setempat dan menjauhkan mereka selama beberapa dekade, yang sangat mahal dan mengganggu masyarakat yang terlibat.

Sementara Jepang terhuyung-huyung dari bencana alam, pihak berwenang memberlakukan perintah evakuasi dengan radius 20 km di sekitar pembangkit nuklir yang dilanda bencana. Sebanyak 109.000 orang diperintahkan untuk meninggalkan rumah mereka, dengan 45.000 lainnya memilih untuk mengungsi dari tempat-tempat terdekat, yang menambah kekacauan.

Kami mulai menentukan cara terbaik untuk menanggapi kecelakaan nuklir parah menggunakan pendekatan yang dipimpin oleh sains. Bisakah kita, dengan memeriksa bukti, menghasilkan resep kebijakan yang lebih baik daripada buku pedoman yang muncul yang disebarkan di Ukraina dan Jepang? Bersama dengan rekan-rekan di Universitas Manchester dan Warwick, kami menggunakan metode penelitian dari statistik, meteorologi, fisika reaktor, ilmu radiasi dan ekonomi dan sampai pada kesimpulan yang mengejutkan.

Jepang mungkin tidak perlu merelokasi siapa pun, dan evakuasi setelah Chernobyl melibatkan lima hingga sepuluh kali lebih banyak orang. Faktanya, karena pembangkit listrik umumnya dibangun agak jauh dari kota besar dan kecil, sangat sedikit bahkan kecelakaan nuklir paling parah yang memerlukan relokasi populasi jangka panjang.

Analisis

Tim kami menjalankan simulasi kecelakaan gaya Fukushima di reaktor fiksi di Inggris selatan dan menunjukkan bahwa, kemungkinan besar, hanya orang-orang di desa terdekat yang perlu pindah. Itu berarti ratusan orang direlokasi, bukan puluhan ribu.

Sulit untuk berdebat untuk setiap relokasi setelah kecelakaan di Fukushima Daiichi di Jepang, di mana hilangnya harapan hidup yang dihitung dari tinggal di kota yang terkena dampak terburuk, Tomioka, akan menjadi tiga bulan – kurang dari warga London yang saat ini kehilangan polusi udara

Tentu saja, kami tidak mengatakan tidak ada yang harus dilakukan, justru sebaliknya. Peneliti Universitas Bristol telah mengembangkan nilai-J (dengan “J” berarti penilaian) untuk membantu mencapai jawaban objektif untuk pertanyaan keselamatan yang timbul dari pembangkit nuklir, kereta api, dan infrastruktur lain yang meningkatkan kehidupan kita.

Berapa banyak yang harus dikeluarkan pembangkit listrik tenaga nuklir untuk melindungi para pekerjanya? Apakah hemat biaya untuk memasang sistem keamanan baru untuk persinyalan kereta api? Haruskah pemerintah mengeluarkan lebih banyak uang untuk mencegah kematian di jalan? Nilai-J menyeimbangkan jumlah harapan hidup yang dipulihkan oleh tindakan keamanan terhadap biayanya. Dan dibutuhkan sikap etis bahwa setiap hari dalam kehidupan memiliki nilai yang sama bagi setiap orang – apakah seseorang kaya atau miskin, tua atau muda.

Setelah kecelakaan nuklir, nilai-J dapat membantu memprioritaskan tindakan yang paling berguna, seperti membersihkan atap dan selokan di kota-kota besar dan kecil dan mengurangi serapan cesium radioaktif di lahan pertanian dengan menambahkan ferrocyn ke pakan ternak dan mengganti tanah yang terkontaminasi.

Mengapa memindahkan orang jarang menjadi salah satunya? Relokasi tidak hanya mahal, tetapi juga menyebabkan masalah yang sulit diukur bagi para pengungsi yang bisa sama, atau lebih serius, daripada tetap tinggal. Organisasi Kesehatan Dunia mendokumentasikan pergolakan bencana Chernobyl di antara komunitas yang direlokasi dan menemukan warisan depresi dan alkoholisme.

Di seluruh populasi, peningkatan bunuh diri dan penyalahgunaan zat dapat memperpendek hidup pengungsi jauh lebih banyak daripada yang mungkin hilang akibat radiasi di rumah lama mereka. Bukti serupa mulai muncul dari Fukushima, terutama untuk kasus bunuh diri pria.

Ancaman yang lebih besar muncul

Jepang pada tahun 2010 bisa dibilang pemimpin dunia dalam tenaga nuklir sipil, setelah membuka unit nuklir “generasi ketiga” pertama di Kashiwazaki-Kariwa pada tahun 1996. Konglomerat besar Toshiba dan Hitachi siap untuk memberikan kebangkitan nuklir di seluruh dunia.

Keduanya telah meninggalkan Inggris dengan ruang kosong di mana pembangkit listrik tenaga nuklir baru seharusnya berada. Ambisi Hitachi untuk Taiwan (Lungmen) dan AS (Texas Selatan) juga menguap, begitu juga di rumah di Jepang (Shimane). Di Jepang banyak, sudah dibangun, pabrik tetap ditutup.

Ada ketidakseimbangan yang jelas antara risiko yang sangat rendah dari kecelakaan nuklir parah yang dapat diperkirakan akan membunuh sangat sedikit orang di satu sisi, dan kepastian yang hampir pasti, di sisi lain, dari perubahan iklim yang mengancam masa depan semua spesies dunia sebagai akibat dari pembakaran bahan bakar fosil yang terus menerus. Kasus Jepang menggambarkan hal tersebut.

Tenaga nuklir bebas karbon memasok 25% listrik negara itu pada 2010, tetapi pangsanya turun menjadi kurang dari 1% empat tahun setelah kecelakaan itu. Kekurangan itu dibuat oleh kenaikan 30% dalam penggunaan batu bara, minyak dan gas alam. Pada 2019, bahan bakar fosil masih menyediakan 70% listrik Jepang.

Setelah Sepuluh Tahun Bencana di Fukushima, Apakah Tanggapan Jepang Sudah Benar?

Analis melaporkan bahwa Jepang dapat menghasilkan hampir sepertiga energinya dari sumber terbarukan pada tahun 2030. Tetapi dekarbonisasi dapat berlangsung lebih cepat jika tenaga nuklir tidak dipaksakan dari campuran tersebut. Meskipun reaksinya bisa dimengerti – kepercayaan dirusak.

Perasaan bahwa sesuatu harus dilakukan dapat menjadi kuat di tengah bencana yang meluas. Tantangannya adalah mengarahkannya untuk menemukan solusi yang tepat.

Olimpiade Tokyo Akan Lanjut, dan Acara Ini Akan Lebih Dikompromikan

Olimpiade Tokyo Akan Lanjut, dan Acara Ini Akan Lebih Dikompromikan – Dengan hanya 60 hari lagi menuju dimulainya Olimpiade Tokyo, ada lebih banyak pertanyaan daripada jawaban tentang bagaimana peristiwa besar seperti itu akan terjadi ketika pandemi COVID-19 terus mengamuk di banyak bagian dunia.

Olimpiade Tokyo Akan Lanjut, dan Acara Ini Akan Lebih Dikompromikan

Jepang sendiri sedang berjuang untuk menahan gelombang keempat, dengan rata-rata tujuh hari kasus baru secara singkat mencapai 6.000 awal bulan ini. Rumah sakit dibanjiri di kota Osaka dan keadaan darurat telah diperpanjang di Tokyo dan daerah lainnya. dewa slot

Peluncuran vaksin, sementara itu, terus tertinggal di belakang sebagian besar ekonomi utama lainnya, dengan hanya 4% dari populasi yang menerima satu atau dua dosis.

Para pemangku kepentingan utama Olimpiade semuanya menunjukkan wajah pemberani, bersikeras bahwa mereka menerima saran terbaik dari otoritas kesehatan Jepang dan Organisasi Kesehatan Dunia dan menerapkan langkah-langkah perlindungan yang tepat.

Pertandingan kemungkinan akan berlanjut, tetapi mereka akan lebih dipermudah dibandingkan dengan tontonan tahun-tahun sebelumnya. Seperti inilah Olimpiade yang sangat dikompromikan.

Tidak ada jalan-jalan atau seks (meskipun kondom ditawarkan)

Versi kedua dari Tokyo 2020 Playbook baru-baru ini dirilis, dengan draft ketiga diharapkan pada bulan Juni. Ini menguraikan dengan jelas dan sangat rinci apa yang diharapkan dalam hal pengujian dan pembatasan COVID.

Misalnya, meskipun vaksinasi tidak diwajibkan, setiap orang akan diuji secara ekstensif sebelum dan selama pertandingan. Peserta hanya akan diizinkan untuk makan di tempat yang telah ditentukan dan diizinkan untuk bergerak dan berinteraksi sosial secara terbatas di Tokyo. Berwisata dan menggunakan transportasi umum dilarang keras.

Secara signifikan, setiap delegasi juga akan memiliki “petugas penghubung COVID” untuk memastikan semua aturan dipatuhi, termasuk mengawasi atlet setiap saat.

Di dalam Olympic Village, interaksi antar atlet juga akan sangat dibatasi. Aturan mengatakan tidak ada pelukan, tos atau seks, meskipun membingungkan, penyelenggara masih berencana untuk membagikan 150.000 kondom . (Ini setidaknya jauh lebih sedikit daripada Olimpiade Rio, ketika rekor jumlah 450.000 kondom ditawarkan!)

Memastikan kepatuhan aturan akan menjadi tugas yang sangat berat. Panitia memperingatkan bahwa atlet yang melanggar aturan tidak akan diizinkan untuk bersaing, akan dibatalkan akreditasinya dan harus meninggalkan Desa Olimpiade. Namun, kemungkinan beberapa atlet akan mencoba untuk mengalahkan sistem, terutama setelah acara mereka selesai.

Kekhawatiran lain adalah 78.000 sukarelawan, yang sebagian besar tidak akan divaksinasi dan akan memiliki perlindungan terbatas dalam hal masker kain dasar, pembersih tangan, dan pedoman tentang cara menjaga jarak.

Tampaknya pengawasan yang aneh tidak ada “buku pedoman” khusus untuk sukarelawan, hanya pamflet singkat tentang tindakan pencegahan.

Suasana yang steril — dan pukulan finansial untuk Jepang

Penonton internasional tidak akan diizinkan. Dan tidak ada kepastian penggemar Jepang akan diizinkan untuk hadir juga. Keputusan akhir diharapkan pada bulan Juni.

Jadi, seperti apa suasana tanpa kerumunan besar yang mengibarkan bendera? Dan apakah yang bisa hadir dilarang bersorak, menyanyi atau bersiul ? (Bertepuk tangan dapat diterima.)

Upacara pembukaan dan penutupan tidak diragukan lagi akan menjadi urusan yang lebih tenang, dengan mungkin tidak ada penonton, pengurangan ukuran tim dan bahkan kemungkinan hanya seorang pembawa bendera untuk setiap negara berbaris di stadion. Keputusan diharapkan pada bulan Juni.

Selama Olimpiade normal, kota tuan rumah selalu dipenuhi dengan banyak atraksi non-olahraga, juga, seperti keramahtamahan Olimpiade yang populer atau tempat mitra yang didirikan oleh berbagai negara dan kelompok khusus.

Pada 2016, ada 52 di antaranya di Rio, dengan 24 terbuka untuk umum. 28 lainnya adalah tempat terbatas untuk komite Olimpiade nasional dan atlet, ofisial, dan sponsor mereka, tetapi mereka tetap menjadi tontonan penting.

Sebagian besar telah dibatalkan di Tokyo, menyisakan satu jalan yang lebih sedikit bagi publik dan atlet Jepang untuk berinteraksi selama Olimpiade.

Salah satu tempat yang paling populer adalah Heineken House (berafiliasi dengan Komite Olimpiade Belanda dan sponsor birnya), tetapi “rumah pesta” ikonik ini tidak akan ditemukan di Tokyo. Ini menampung 4.000 pengunjung setiap hari di Rio.

Secara tradisional, sponsor utama dan perusahaan lain juga menawarkan program keramahtamahan perusahaan yang ekstensif bagi pengunjung. Coca-Cola, misalnya, membawa ribuan tamu – banyak dari luar negeri – yang menerima tiket acara, penerbangan, akomodasi, serta makanan dan minuman gratis.

Ketiadaan semua keramaian dan fasilitas ini tentu akan mengurangi semangat Olimpiade di Tokyo. Ini akan menjadi pecundang uang bagi tuan rumah juga.

Satu studi memperkirakan penyelenggaraan Olimpiade tanpa penonton akan mengakibatkan kerugian US$23,1 miliar bagi Jepang — baik dalam hal pengeluaran langsung yang terkait dengan pertandingan, maupun dampak ekonomi tidak langsung dari konsumsi rumah tangga dan pariwisata.

Apakah pengujian obat telah dikompromikan?

Kekhawatiran lain adalah tidak adanya tes narkoba menjelang pertandingan, karena pandemi. Mack Horton, peraih medali emas renang Australia, mengatakan dia tidak menjalani tes narkoba selama sembilan bulan selama pandemi terburuk tahun lalu, meskipun keluar dari kompetisi dilaporkan meningkat lagi pada awal 2021.

Tes narkoba, paling banter, tidak konsisten selama pandemi. Negara-negara dengan sumber daya yang baik dengan lembaga anti-doping nasional yang kuat telah mempertahankan prosedur pengujian mereka yang ketat, sementara negara-negara lain yang bergantung pada lembaga regional tidak.

Namun, Badan Pengujian Internasional, sebuah badan independen yang akan menangani program anti-doping di Olimpiade untuk pertama kalinya, telah menjanjikan pendekatan yang kuat dalam minggu-minggu menjelang pertandingan.

Olimpiade Tokyo Akan Lanjut, dan Acara Ini Akan Lebih Dikompromikan

Ini telah melakukan penilaian risiko atlet yang kemungkinan akan ambil bagian dalam pertandingan dan mengeluarkan 26.000 rekomendasi pengujian untuk organisasi anti-doping di seluruh dunia. Ini adalah 17 kali dari rekomendasi pengujian pra-pertandingan yang dikeluarkan sebelum Olimpiade Rio.

Badan Anti-Doping Dunia juga mengatakan akan menguji coba bentuk baru pengujian obat-obatan di pertandingan itu sendiri dengan menggunakan sejumlah kecil darah dari jari yang tertusuk.

Bisakah gerakan Olimpiade selamat dari kemunduran pandemi dan prospek boikot diplomatik Olimpiade Musim Dingin Beijing 2022 karena meningkatnya kekhawatiran tentang hak asasi manusia di China? Permainan memang berada di persimpangan jalan. Apa yang terjadi dengan Olimpiade Tokyo mungkin akan menentukan arah masa depan kompetisi elit ini.

Jepang Menghadapi Gelombang Keempat COVID dan Peluncuran Vaksin yang Lamban

Jepang Menghadapi Gelombang Keempat COVID dan Peluncuran Vaksin yang Lamban – Ketika gelombang keempat pandemi virus corona memburuk di Jepang, Perdana Menteri Yoshihide Suga menghadapi tantangan berat untuk berhasil menjadi tuan rumah Olimpiade dan Paralimpiade Tokyo yang semakin terkepung, dengan sisa waktu kurang dari 100 hari.

Jepang Menghadapi Gelombang Keempat COVID dan Peluncuran Vaksin yang Lamban

Varian COVID-19 yang lebih menular menyebar dari kota terbesar kedua di Jepang, Osaka. Kasus-kasus sudah meningkat lagi di Tokyo, membutuhkan apa yang disebut “keadaan semu darurat” untuk diterapkan kembali di kota-kota besar Jepang. nexus slot

Kecemasan juga meningkat atas lambannya peluncuran vaksin di negara itu, yang jauh di belakang banyak negara lain, termasuk Singapura, Korea Selatan, dan Indonesia. Jajak pendapat menunjukkan hingga 70% orang Jepang merasa peluncuran vaksin terlalu lambat.

Sebagai kepala salah satu pusat perawatan meletakkannya,

pemerintah tampaknya tidak memahami urgensi masalah ini.

Awal yang tertunda untuk peluncuran vaksin Jepang

Taro Kono, menteri yang bertanggung jawab atas peluncuran tersebut, mengatakan 100 juta dosis harus ditimbun pada Juni untuk mencakup populasi lansia di negara itu (36 juta orang), petugas kesehatan dan mereka yang memiliki kondisi yang sudah ada sebelumnya. Ini berarti, bagaimanapun, kurang dari setengah populasi kemungkinan akan divaksinasi ketika Olimpiade dimulai pada 23 Juli.

Penyebab utama lambatnya peluncuran berasal dari keputusan awal pemerintah untuk melalui proses persetujuan yang tertunda untuk vaksin Pfizer-BioNTech.

Meskipun uji coba Fase 3 selesai November lalu dan vaksin telah disetujui oleh Organisasi Kesehatan Dunia pada 31 Desember, Badan Farmasi dan Alat Kesehatan Jepang (PMDA) membutuhkan enam minggu lagi untuk menyelesaikan uji coba sendiri sebelum memberikan persetujuan. Peluncuran lebih lanjut terhambat oleh tekanan pada kapasitas produksi Pfizer dan kontrol ekspor yang diberlakukan oleh Uni Eropa.

Setidaknya empat perusahaan farmasi Jepang telah melakukan uji coba vaksin mereka sendiri, tetapi ini terhambat oleh kurangnya investasi dan lambatnya persetujuan birokrasi oleh PMDA.

Jepang juga memiliki pesanan untuk 120 juta dosis vaksin AstraZeneca dan 50 juta dosis vaksin Moderna, dengan harapan mereka akan disetujui untuk distribusi dan produksi dalam negeri pada Mei . Uji coba lokal juga telah dimulai untuk vaksin Novavax, dengan harapan dapat memproduksinya di dalam negeri pada akhir tahun 2021.

Meskipun pengiriman sangat lambat, ini berarti Jepang telah mendapatkan hak untuk 564 juta dosis — lebih dari cukup untuk populasi 120 juta orangnya.

Sejarah ketakutan vaksin

Tetapi pasokan vaksin bukan satu-satunya masalah yang dihadapi negara ini. Ada juga kekhawatiran atas tingkat keengganan vaksin yang relatif tinggi di kalangan masyarakat Jepang. Kurang dari 25% sangat setuju bahwa vaksin itu efektif, penting dan aman, menurut survei oleh The Lancet.

Ini adalah warisan ketakutan keamanan vaksin dalam beberapa dekade terakhir. Sejumlah kecil bayi meninggal karena vaksinasi batuk rejan pada 1970-an, diikuti oleh beberapa reaksi merugikan terhadap vaksin gabungan campak, gondok dan rubella (MMR) pada 1980-an.

Ketakutan keamanan yang tidak berdasar bahkan menyebabkan pemerintah menarik program vaksinasi nasional untuk human papillomavirus (HPV) pada tahun 2013, dengan kurang dari 1% gadis Jepang sekarang divaksinasi untuk HPV.

Namun, dua survei terbaru menunjukkan lebih dari 60% orang Jepang bersedia mendapatkan vaksin COVID. Kelompok yang lebih ragu-ragu termasuk wanita dan generasi muda, dengan lebih dari setengahnya menunjukkan bahwa mereka ingin divaksinasi.

Tekanan politik pada Suga

Selama lebih dari setahun, strategi pandemi Jepang sebagian besar bergantung pada permintaan bisnis dan masyarakat untuk mengambil tindakan pencegahan sukarela, seperti menutup bar dan restoran pada pukul 8 malam, daripada memberlakukan penguncian yang ketat. Tujuan pemerintah adalah untuk meminimalkan dampak terhadap perekonomian.

Namun, pemerintah Suga dan pendahulunya, Shinzo Abe, terus – menerus dikritik karena apa yang dianggap banyak orang sebagai pendekatan reaktif terhadap krisis. Ada juga sejumlah kesalahan langkah di sepanjang jalan.

Hal ini memperburuk peringkat persetujuan untuk Partai Demokrat Liberal (LDP) yang konservatif, yang harus menghadapi pemilihan nasional untuk majelis rendah Diet (parlemen Jepang) pada bulan Oktober. Berbagai skandal korupsi yang melibatkan anggota Diet LDP, birokrat senior dan bahkan Suga sendiri juga telah melemahkan dukungan publik terhadap pemerintah, yang pada akhirnya dapat mengancam kepemimpinan Suga.

Hubungan juga memburuk antara Suga dan para pemimpin pemerintah prefektur Jepang, terutama gubernur Osaka dan Tokyo. Mereka bersikeras “keadaan darurat semu” diberlakukan kembali setidaknya selama sebulan, menyusul pencabutan prematur keadaan darurat sebelumnya pada 21 Maret.

Gubernur Osaka juga telah membatalkan estafet obor Olimpiade di jalan-jalan kotanya.

Playbook untuk Olimpiade yang aman dari COVID

Olimpiade Tokyo sendiri, bagaimanapun, masih berjalan sesuai rencana. Pemerintah Suga dan Tokyo serta Komite Olimpiade Internasional percaya ada terlalu banyak yang dipertaruhkan dalam hal sponsor perusahaan, hak siar dan prestise politik – meskipun sebagian besar orang Jepang percaya bahwa pertandingan harus dibatalkan atau ditunda.

Suga bahkan diperkirakan akan mengundang Presiden AS Joe Biden ke Olimpiade selama kunjungan resminya ke AS minggu ini.

Penonton asing kini telah dilarang hadir, tetapi penyelenggara masih berharap untuk memiliki penonton domestik untuk pertandingan tersebut, terutama karena acara olahraga jarak sosial telah dilanjutkan di Jepang, seperti bisbol, sepak bola, dan gulat sumo.

Namun, sejauh ini tidak ada persyaratan bahwa penonton lokal divaksinasi. Dan IOC hanya mendorong — tidak mengharuskan — agar atlet divaksinasi, menurut Wakil Presiden IOC John Coates.

Seluruh atlet, pelatih dan staf pendukung, serta media luar negeri justru harus menunjukkan hasil tes negatif COVID-19 sebelum memasuki Jepang. Mereka juga akan diminta untuk mengikuti “Playbook” yang aman dari COVID, yang akan secara ketat mengontrol aktivitas mereka selama pertandingan dan memerlukan pengujian setiap empat hari.

Bagaimana pemerintah menangani permainan mungkin hanya menentukan nasibnya dalam pemilihan Oktober.

Jepang Menghadapi Gelombang Keempat COVID dan Peluncuran Vaksin yang Lamban

Skandal dan publisitas negatif telah berputar di sekitar acara selama berbulan-bulan, memberikan tekanan besar pada pemerintah dan penyelenggara.

Pekan lalu, sebuah laporan bahwa vaksinasi prioritas sedang dipertimbangkan untuk tim Olimpiade Jepang di depan publik memicu reaksi media sosial dan mendorong penolakan oleh pemerintah.

Dengan kurang dari 100 hari sebelum upacara pembukaan, pemerintah Suga perlu mengambil pendekatan yang lebih kuat terhadap pandemi dan secara dramatis mempercepat peluncuran vaksinnya. Keberhasilan permainan — dan kelangsungan hidup pemerintahan Suga — bergantung padanya.

Haruskah Jepang membatalkan Olimpiade Tokyo? Mungkin tidak bisa

Haruskah Jepang membatalkan Olimpiade Tokyo? Mungkin tidak bisa – Ketika Jepang menderita gelombang keempat COVID-19, penentangan domestik terhadap Olimpiade musim panas dan Paralimpiade meningkat. Dua jajak pendapat baru, menunjukkan bahwa antara 60% dan 80% menginginkan pertandingan dibatalkan atau ditunda, telah memicu hiruk-pikuk artikel yang semuanya menanyakan pertanyaan yang sama: apakah Olimpiade akan dibatalkan?

Haruskah Jepang membatalkan Olimpiade Tokyo? Mungkin tidak bisa

Kami telah berada di sini sebelumnya – dan bukan hanya tahun lalu, ketika pertandingan Tokyo awalnya dimaksudkan untuk berlangsung. Sepanjang musim semi ada desas – desus dan kebocoran bahwa Olimpiade tidak akan diadakan. Ini telah dibatalkan setiap kali oleh Komite Olimpiade Internasional (IOC) dan pemerintah Jepang, yang dipimpin oleh Perdana Menteri Yoshihide Suga. slot

Jajak pendapat terbaru adalah tanda paling jelas bahwa publik telah dengan tegas menentang pertandingan musim panas. Ini adalah tahun pemilihan – yang pertama bagi Suga sejak mengambil alih dari pendahulunya Shinzō Abe – dan tidak ada keraguan bahwa jajak pendapat ini adalah berita buruk bagi perdana menteri dan Partai Demokrat Liberal (LDP) yang berkuasa.

Namun, jika saya adalah seorang atlet Olimpiade (saya jelas bukan seorang atlet Olimpiade), saya tidak akan berhenti berlatih dulu. Itu karena keputusan untuk membatalkan atau melanjutkan permainan bukanlah pertanyaan sederhana tentang tingkat infeksi. Sebaliknya, ini tentang politik dan uang – sejumlah besar uang.

Apakah opini publik itu penting?

Jepang saat ini sedang memerangi gelombang keempat pandemi dan beberapa wilayah dalam keadaan darurat, meskipun jumlah infeksi nasional sekarang menurun.

Dari perspektif barat, Jepang telah menikmati kesuksesan besar dalam menahan penyebaran COVID-19. Seperti tetangganya Korea Selatan dan Taiwan, Jepang mengenali sifat virus di udara lebih awal. Penggunaan masker yang segera dan meluas, pelacakan kontak yang agresif, dan penguncian awal perawatan lansia semuanya telah dikreditkan dengan keberhasilan Jepang dalam menjaga angka kematian relatif rendah, pada 11.900.

Namun dibandingkan dengan negara tetangganya Taiwan dan Korea Selatan, performa Jepang terlihat kurang impresif. Pemerintah banyak dikritik karena mendorong pariwisata domestik di tengah gelombang ketiga. Sementara itu, peluncuran vaksin Jepang adalah salah satu yang paling lambat di OECD. Dan sekarang, jajak pendapat ini menunjukkan mayoritas yang jelas menentang pertandingan musim panas. Pertanyaannya adalah, apakah opini publik benar-benar penting?

Jepang memiliki tingkat partisipasi pemilih yang sangat rendah . Dikombinasikan dengan kekhasan sistem pemilihan, ini berarti bahwa LDP tidak harus memenangkan apa pun yang mendekati mayoritas pemilih yang memenuhi syarat untuk mempertahankan kekuasaan. Pada pemilihan umum terakhir, sementara hanya 25% persen pemilih yang memenuhi syarat memilih LDP, ini memberi mereka 60% kursi di parlemen.

Sederhananya, sementara opini publik penting, itu tidak menentukan. Beberapa pemimpin oposisi telah keluar melawan permainan, tetapi secara keseluruhan oposisi lemah dan terpecah. LDP telah berkuasa selama 61 dari 65 tahun terakhir dan memiliki sejarah panjang menentang opini publik tentang isu-isu domestik utama dan masih memenangkan pemilihan ulang.

Memenangkan prestise Olimpiade

Dari sudut pandang Suga, opini publik domestik hanyalah salah satu faktor dalam persamaan yang kompleks, yang mencakup kewajiban kontraktual kepada IOC dan, mungkin yang paling penting, prestise internasional. Lagi pula, mengingat Olimpiade hampir selalu merupakan kerugian bersih, mengapa ada orang yang ingin menjadi tuan rumah mereka bahkan di waktu yang lebih mudah?

Olimpiade Tokyo 1964 menandai berakhirnya status paria Jepang pascaperang dan kembalinya Jepang ke kancah internasional. Olimpiade Beijing 2008, sementara itu, menandai kedatangan China ke status kekuatan besar. Olimpiade musim dingin 2018 Korea Selatan adalah kesuksesan simbolis ketika Utara dan Selatan berbaris bersama untuk pertama kalinya di bawah bendera bersatu. Dalam nada yang sama, Olimpiade musim panas 2020 – sekarang pertandingan 2021 – seharusnya menampilkan Jepang baru yang direvitalisasi.

Beijing menjadi tuan rumah Olimpiade Musim Dingin 2022, yang disebut-sebut sebagai Olimpiade “hijau” pertama dan akan menjadikan Beijing satu-satunya kota yang menjadi tuan rumah pertandingan musim dingin dan musim panas (sebuah acara yang sekarang terlibat dalam kontroversi setelah pembicara Dewan Perwakilan Rakyat AS Perwakilan, Nancy Pelosi, menyerukan boikot ).

Di kawasan yang penuh dengan ketegangan dan persaingan geopolitik, prestise internasional semacam ini penting, setidaknya bagi para pemimpin.

Hak hukum untuk membatalkan

Sejauh ini, saya telah menguraikan politik dan prestise dari perspektif Jepang, seolah-olah keputusan itu semata-mata diambil oleh Tokyo. Namun, secara hukum, Olimpiade bukanlah milik Tokyo untuk dibatalkan. IOC memiliki permainan dan Jepang secara kontrak berkewajiban untuk menjadi tuan rumah mereka.

IOC, bukan Tokyo, adalah satu – satunya aktor yang dapat mengakhiri kontrak. IOC bergantung pada acara untuk pendapatannya, dan presidennya Thomas Bach, telah sangat jelas bahwa pertandingan akan tetap berjalan terlepas dari gelombang keempat. Adalah IOC, bukan Tokyo, yang menandatangani nota kesepahaman baru-baru ini dengan Pfizer tentang sumbangan vaksin untuk para atlet.

Sementara Jepang dapat memutuskan kontrak dan membatalkan pertandingan secara sepihak, biayanya akan sangat besar. Bahkan jika dibatalkan dengan dukungan IOC, Jepang telah menginvestasikan sejumlah besar uangnya sendiri dalam permainan, yang sebagian besar merupakan biaya hangus.

Haruskah Jepang membatalkan Olimpiade Tokyo? Mungkin tidak bisa

Olimpiade yang disederhanakan

Jadi, seperti apa permainannya, dengan asumsi mereka terus maju? Sebagian besar peserta akan divaksinasi, tetapi pejabat yang menemani mereka mungkin tidak. Penonton, jika ada, akan sepenuhnya domestik dan kemungkinan akan menghadapi aturan jarak sosial yang ketat. Atlet telah diinstruksikan bahwa mereka akan menghadapi berbagai batasan yang mencegah mereka berinteraksi dengan masyarakat Jepang secara lebih luas.

Namun, dengan ribuan atlet yang datang dari seluruh dunia, berpotensi membawa varian virus yang baru dan tidak diketahui, bahkan dengan semua orang dalam perilaku terbaik mereka, permainan membawa risiko besar.

Suga telah mempertaruhkan kepemimpinannya pada pertandingan musim panas yang sukses. Menarik mereka tanpa wabah besar infeksi tidak hanya akan membantu LPD melewati batas pada bulan Oktober, tetapi akan membantu memastikan dia tetap di pucuk pimpinan. Jika permainan gagal, itu tidak akan menjadi medali perunggu yang akan diterima Suga saat keluar dari pintu. Mungkin sendok kayu sebagai gantinya.

Geisha: Kebenaran Melampaui Fantasi

Geisha: Kebenaran Melampaui Fantasi – Geisha adalah pengrajin. Kerajinan mereka? Percakapan, hiburan, dan pertunjukan. Mereka adalah pelindung budaya dan adat kuno. Sering dikatakan bahwa malam dengan seorang geisha seperti menghabiskan malam dengan seorang teman lama — begitulah cara mereka berbicara dan berbicara. Intip dunia misterius geisha Jepang.

Asal usul Geisha

Dahulu kala, selama Periode Edo, kelas wanita perlahan mulai naik dari jajaran tempat kesenangan. Wanita-wanita ini dibedakan oleh kekayaan keterampilan mereka dalam berbagai seni — merangkai bunga, musik, puisi, tari — serta keterampilan percakapan mereka. Tidak melakukan hubungan seksual dengan klien mereka hanya akan meningkatkan status mereka; mereka sulit dipahami, seperti kupu-kupu yang beterbangan, yang hanya membuat pelanggan semakin menginginkannya. Memiliki geisha menghibur Anda di pertemuan bisnis atau makan malam dengan VIP menjadi simbol status. Sebuah profesi lahir, bersama dengan seperangkat aturan yang ketat — etiket dan bisnis terkait bermunculan di sekitarnya. slot online

Seni Geisha

Pusat dunia geisha dulu dan sekarang adalah Kyoto. Di Kyoto, geisha yang lengkap dikenal sebagai geiko. Seorang maiko adalah seorang wanita muda yang dilatih untuk menjadi seorang geiko, biasanya berusia antara 15-20 tahun. Di luar Kyoto, dia dikenal sebagai hangyouku. Dia akan berlatih selama lima tahun untuk menyebut dirinya geiko. Upacara minum teh, merangkai bunga, tarian dan nyanyian tradisional, dan alat musik seperti shamisen hanyalah beberapa keterampilan yang harus dia pelajari. Dia juga akan mempraktikkan seni percakapan, etiket, dan hiburan dengan cepat dengan menghibur klien — biasanya ditemani geiko yang lebih berpengalaman. Setelah menjadi geisha, pekerjaannya tidak pernah selesai. Dia akan terus mengambil kelas dan berlatih untuk mengasah keterampilannya kapan pun dia bebas. Saat ini, geiko atau geisha Kyoto masih merupakan geisha yang paling mahal dan paling dicari dari semua geisha.

Mitos dan Rumor

Karena geisha sangat cantik, sukar dipahami, dan mempesona, wajar saja jika imajinasi kita menjadi liar saat memikirkannya. Banyak kisah fiksi geisha telah ditulis, di Jepang dan di luar negeri. Memoars of a Geisha oleh Arthur Golden memperkenalkan banyak orang di barat ke dunia misterius ini. Tapi ini, pertama dan terutama, sebuah karya fiksi, hanya terinspirasi oleh kehidupan seorang geisha sejati. Untuk layar lebar, bahkan riasannya sebagian besar kebarat-baratan; Riasan tradisional maiko yang sebenarnya tidak halus sama sekali.

Mizuage, upacara kedewasaan di mana seorang pelindung membayar sejumlah besar uang untuk mengambil keperawanan seorang maiko, memang ada, tetapi itu lebih merupakan tradisi pelacur daripada seorang maiko. Secara tradisional, mizuage untuk maiko adalah perubahan gaya rambut yang melambangkan langkah gadis itu selanjutnya untuk menjadi geisha. Praktik menjual keperawanan seorang gadis untuk mensponsori dia secara finansial dilarang pada tahun 1959. Juga bukan kebiasaan seorang geisha untuk tidur dengan pelanggan tetap atau yang memiliki hubungan khusus dengannya.

Geisha Hari Ini

Saat ini, banyak geisha dan okiya, seperti yang lainnya, telah beradaptasi dengan perubahan waktu. Meskipun masih benar bahwa geisha paling eksklusif hanya akan menjamu tamu yang telah diperkenalkan melalui pelindung yang mapan, seperti di ‘masa lalu’, banyak okiya lain telah membuka diri untuk kelas pelanggan yang sama sekali baru. Okiya seperti Yoshinoya di Tokyo telah online untuk berbagi keahlian mereka; mereka bahkan mengizinkan pengunjung Inggris untuk memesan makan malam dengan geisha bilingual.

Geisha: Kebenaran Melampaui Fantasi

Banyak tempat, terutama di Kyoto, akan membantu pengunjung berdandan seperti maiko atau geisha dan menjelajahi kota seperti itu. Seringkali pengunjung ini melihat dan salah mengira sebagai geisha asli. Perbedaan benar-benar cukup sulit untuk membuat keluar. Latihan ini benar-benar membantu menghilangkan tekanan dari geiko dan maiko asli, yang sedang dalam perjalanan untuk bekerja atau membuat janji dan tidak ingin diburu foto. Anda dapat membedakan antara magang dan geisha dengan apa yang mereka kenakan. Seorang maiko akan memiliki gaya rambut yang lebih rumit, hiasan rambut dan lengan panjang yang mengalir di kimononya.

Makan malam dengan Geisha

Seorang Geisha menjamu tamu di pesta, jamuan makan, pertemuan bisnis, retret, dan di mana pun keahliannya dibutuhkan. Makan malam dengan geisha itu mahal, tapi bukan tidak mungkin. Biayanya sekitar 20.000 yen atau 200 USD untuk salah satu geisha Yoshinoya di Tokyo untuk menghibur Anda selama beberapa jam, dengan riasan tradisional lengkap dan kimono, tarian, dan permainan pesta. Untuk pesta besar, Anda dapat membuat janji dengan beberapa geisha dan pemain shamisen (alat musik petik) untuk pengalaman penuh. Di Kyoto, geisha tampaknya sedikit lebih sulit dipahami. Kunjungan dari maiko Kyoto (geisha magang) akan membuat Anda membayar hampir 300 USD untuk dua orang melalui Japanican, termasuk makan malam. Namun, opsi ‘tur’ ini terasa kurang autentik, dan sepertinya tidak ada geiko yang tersedia. Geisha Kyoto, tampaknya, sama sulitnya dengan sebelumnya.

Bahasa yang Digunakan di Jepang

Bahasa yang Digunakan di Jepang – Bahasa yang digunakan di Jepang layak untuk diketahui oleh setiap penerjemah atau juru bahasa yang mengejarnya. Menjadi sebuah pulau dan, dengan demikian, negara yang terisolasi, negara matahari terbit cukup unik dalam banyak aspek, termasuk bahasa yang digunakan di Jepang. Memang, orang-orang di Jepang tidak hanya berbicara satu tetapi beberapa bahasa. Meskipun kebanyakan dari mereka sangat terbatas dalam hal jumlah pembicara dan bahkan berada di ambang kepunahan.

Sejarah Bahasa Jepang

Meskipun mungkin tampak seperti bahasa Jepang berasal dari bahasa Cina, pada kenyataannya, itu adalah bahasa yang terisolasi tanpa koneksi yang jelas ke bahasa lain. Itu terutama karena kelompok bahasa Jepang, yang termasuk dalam bahasa Jepang, berasal dari campuran bahasa Cina dan bahasa yang digunakan oleh orang-orang kuno yang mendiami pulau-pulau Jepang. Sampai hari ini, tidak diketahui bahasa apa itu, namun telah hilang sama sekali sejak pemukim Asia pertama datang ke pulau-pulau di sekitar abad ke-1 Masehi. Jadi, bahasa apa yang digunakan di Jepang saat ini? premium303

Saat ini, ada 3 bahasa utama yang berbeda yang digunakan oleh orang-orang di Jepang. Itu adalah Bahasa Jepang Standar, juga disebut Nihongo oleh orang Jepang sendiri, bahasa Ryukyuan, dan bahasa Okinawa. Selain itu, ada bahasa Ainu yang hanya dituturkan oleh segelintir orang dan bisa punah jika tidak dilestarikan dalam 10 tahun ke depan.

Nihongo

Bahasa Jepang Standar saat ini dituturkan oleh hampir 99% populasi Jepang, sementara kelompok bahasa lainnya masing-masing mencapai satu juta penutur. Namun, tidak ada bahasa yang memiliki status formal apa pun di negara ini. Faktanya, di Jepang, bahasa resmi tidak ada karena Konstitusi Jepang tidak mendefinisikannya. Namun, Konstitusi memang mendefinisikan bahasa formal pendidikan dan media, yang tentu saja Nihongo, atau bahasa Jepang Standar.

Sejarah bahasa Japonik, termasuk bahasa Jepang standar, tercakup dalam misteri dan sebagian besar diperdebatkan di antara para ahli bahasa saat ini. Sementara beberapa peneliti menunjukkan kesamaan antara bahasa Cina, Korea, Ural-Altaic, dan bahasa Jepang. Namun, tidak satu pun dari bahasa tersebut yang dapat dipahami dengan bahasa Jepang dalam hal pengucapan dan penggunaan sistem penulisan. Meskipun bahasa Jepang sebagian besar menggunakan karakter Cina, yang disebut Kanji di Jepang, penggunaannya sama sekali berbeda dari di Cina sejauh kombinasi dua atau lebih hieroglif mungkin memiliki arti yang sama sekali berbeda. Jadi, bahasa Jepang mungkin berasal dari campuran bahasa yang diusulkan oleh para peneliti dan bahasa penduduk pulau-pulau sebelum orang-orang datang dari daratan Asia.

Saat ini, sebagian besar anak muda di Jepang lebih memilih bahasa Jepang Standar daripada dialek lokal lainnya. Inilah salah satu alasan mengapa bahasa Ryukyuan, Okinawa, dan Ainu berangsur-angsur berkurang jumlah penuturnya, dengan bahasa Ainu punah. Namun, bahasa Ryukyuan dan Okinawa masih dituturkan oleh masing-masing sekitar 150.000 dan 1 juta penutur, jadi keduanya sangat penting untuk ditunjukkan ketika berbicara tentang budaya Jepang dan situasi etnis secara keseluruhan. Jadi, mari kita lihat bahasa apa yang digunakan orang Jepang, di samping Bahasa Jepang Standar.

Bahasa yang Digunakan di Jepang

Selain Nihongo, penduduk Jepang juga berbicara bahasa Ryukyuan, bahasa Okinawa, bahasa Ainu, dan beberapa bahasa kecil yang tersebar di berbagai pulau di negara itu. Walaupun Bahasa Jepang Standar dituturkan oleh sebagian besar penduduk, bahasa ini tersebar luas di empat pulau terbesar di Jepang, yaitu Honshu, Hokkaido, Kyushu, dan Shikoku. Okinawa juga diklasifikasikan sebagai salah satu pulau besar di Jepang, namun bahasa utamanya adalah Okinawa, bukan Nihongo. Selain kelima pulau tersebut, Jepang terdiri dari 6.847 pulau lainnya, sekitar 400 di antaranya berpenghuni. Jadi, apa bahasa Jepang di pulau-pulau ini?

Ryukyuan

Bahasa Ryukyuan dituturkan terutama di Kepulauan Ryukyuan. Kata “Ryukyuan” dapat diterjemahkan hanya sebagai “pulau”, jadi istilah Jepang “Ryukyu-go” dapat diterjemahkan sebagai “ucapan pulau”. Kepulauan Ryukyuan terdiri dari busur yang cukup besar di barat daya daratan Jepang, lima pulau besar. Tidak ada jumlah yang jelas dari penutur asli bahasa Ryukyuan, namun menurut berbagai perkiraan, ada sekitar 150.000 di antaranya. Beberapa perbedaan utama bahasa Ryukyuan dari Bahasa Jepang Standar bergantung pada penggunaan Kanji dan kana (abjad Jepang), fitur fonetik, seperti fonem hidung, serta tata bahasa yang berbeda yang menyerupai Bahasa Jepang Kuno dan lebih kompleks daripada bahasa Jepang Kuno. Bahasa Jepang modern.

Okinawa

Bahasa Okinawa adalah kelompok dialek Jepang yang lebih besar dan dituturkan sebagian besar di Kepulauan Okinawa, yang dihuni oleh hampir 1 juta penutur asli Okinawa. Meskipun penduduk pulau-pulau itu juga fasih berbahasa Jepang Standar, kebanyakan orang lebih memilih dialek Okinawa. Karena tidak ada bahasa resmi Jepang di negara ini, Okinawa juga digunakan sebagai bahasa media dan pendidikan di pulau-pulau tersebut. Sama seperti bahasa Ryukyuan, Okinawa meminjam banyak aspek dari bahasa Jepang Standar, namun menggunakannya secara berbeda. Dengan demikian, bahasa Okinawa cenderung meminjam lebih sedikit kata dari bahasa seperti bahasa Inggris atau Portugis, yang merupakan ciri khas bahasa Jepang Standar. Selanjutnya, kata-kata asing yang dipinjam, dieja dan diucapkan secara berbeda oleh orang Okinawa. Selain itu, bahasa Okinawa cenderung mengekspresikan tingkat kemungkinan yang lebih rendah saat menggunakan kata kerja, serta menggunakan partikel secara berbeda.

Ainu

Bahasa yang Digunakan di Jepang

Bahasa Ainu mungkin adalah bahasa yang paling sedikit digunakan di Jepang. Sampai hari ini, hanya bentuk bahasa Ainu Hokkaido yang bertahan hingga 10 penutur asli yang tersisa. Saat ini, pemerintah Jepang melakukan beberapa upaya untuk merevitalisasi bahasa dengan membuat catatan tertulis dan lisan dan mendorong masyarakat setempat untuk mempelajarinya. Di antara fitur khusus Ainu, ada sistem penulisan dan pengucapan. Dengan demikian, orang Ainu menggunakan versi panjang dari katakana Jepang Standar sebagai sistem penulisan utama mereka. Mengenai pengucapan, bahasa Ainu berbeda karena mengandung lebih banyak konsonan dan mengucapkan suku kata dasar dengan lebih lancar.

Selain bahasa di atas, orang Jepang juga berbicara bahasa Inggris Nivkh, Orok, dan Bonin. Meskipun lebih luas daripada bahasa Ainu, mereka masih kecil, diucapkan oleh beberapa ribu orang, dan, yang paling penting, tidak benar-benar berasal dari Jepang. Namun, karena saat ini hadir secara eksklusif di dalam negeri, mereka juga patut dicatat.

Sekilas Tentang Burakumin

Sekilas Tentang Burakumin – Gagasan kasta adalah salah satu yang paling sering dikaitkan dengan India, tetapi ada kelompok di satu negara yang disebut dunia maju yang memiliki sejarah panjang diskriminasi dan pengucilan sosial – Burakumin Jepang.

Pendahuluan

Menjadi bagian dari Burakumin berarti berada di lingkungan sosial yang bertentangan dengan masyarakat kolektivis Jepang yang ramping. Ini adalah orang-orang yang melakukan pekerjaan yang dianggap ‘najis’ atau tidak sehat – staf sanitasi, pekerja rumah potong hewan, tukang daging, pengurus jenazah dan algojo (Jepang masih memberlakukan hukuman mati dengan cara digantung). https://beachclean.net/

Biaya menjadi Burakumin

Bagi gaijin, Burakumin tidak dapat dibedakan dari warga Jepang biasa, tetapi mereka membawa stigma sosial yang kuat yang meluas ke berbagai bidang masyarakat. Sebagai aturan, mereka dipandang rendah oleh majikan dan dipandang tidak cocok atau dipermalukan oleh keluarga orang yang menikah dengan Buraku atau keturunan Buraku. Dalam keadaan ekstrem, mereka harus menoleransi segala hal mulai dari surat kebencian hingga calon pemberi kerja yang menyaring lamaran sebagai sarana untuk menyingkirkan siapa pun yang mereka anggap tidak diinginkan. Bahkan asosiasi dengan Buraku membawa biayanya. Pada tahun 2009, depopulasi daerah Buraku-sentris di Jepang (kebanyakan di wilayah Kansai) membuat orang luar enggan pindah ke sana karena takut dikira Burakumin. Diskriminasi agama juga menjadi masalah di antara sekte-sekte Buddhis tertentu selama tahun 60-an dan 70-an.

Asal-usul

Ide Burakumin (sering disingkat menjadi Buraku) adalah sisa dari era feodal Jepang. Pekerja di ujung terbawah dari tangga sosial akan dipisahkan ke dalam komunitas tertutup, dan kata itu sendiri secara harfiah diterjemahkan sebagai ‘orang dusun’. Terkait dengan kontaminasi dan degradasi, beberapa diberi nama kolektif Eta, atau ‘kelimpahan kotoran’, dan dibebaskan dari hukum sosial negara tersebut. Kontak fisik dengan dunia luar sangat tabu, dan jika mereka terbukti melakukan kejahatan maka seorang Samurai akan memiliki kekuasaan penuh untuk mengeksekusi mereka.

Periode feodal Jepang secara resmi berakhir pada tahun 1869 dengan restorasi Meiji. Dua tahun kemudian, Pemerintah mengeluarkan dekrit yang memberikan status hukum yang sama kepada orang buangan, tetapi ketika undang-undang tersebut telah bergeser, sikap sosial tidak. Burakumin masih mendapati diri mereka mengalami diskriminasi dan stigma sosial yang berkelanjutan, dan dengan demikian mulai mengorganisir gerakan hak untuk mengkampanyekan penerimaan yang lebih besar.

Tidak mungkin sekutu

Dari semua kelompok dan organisasi di luar komunitas Buraku yang menawarkan tempat aman bagi para anggotanya, ada satu yang paling tidak mungkin – Yakuza. Menurut buku Yakuza 1986: The Explosive Account of Japan’s Criminal Underworld, yang ditulis oleh Alec Dubro dan David Caplan, Burakumin diyakini membentuk hampir tiga perempat Yamaguchi-gumi, sindikat kejahatan terbesar di negara ini. Pada pemeriksaan lebih dekat, ini tidak mengejutkan seperti yang Anda harapkan. Buraku sering tidak punya tempat untuk pergi ketika dijauhi oleh masyarakat, dan Yakuza menawarkan rasa identitas, disiplin, dan keluarga yang akan sulit mereka temukan di tempat lain. Lebih jauh lagi, status Burakumin yang terbuang berarti bahwa mereka memiliki roh yang sama di antara gangster bertato yang mendapati diri mereka berpaling dari pemandian umum dan bank.

Buraku mengambil tindakan

Sejarah kelompok penekan Buraku di Jepang tidak sederhana. Contoh profil tinggi pertama dari kelompok pro-Buraku datang pada tahun 1922 dengan pembentukan Suiheisha, atau ‘Levelers Association of Japan’, yang berlangsung hingga tahun 1930-an. Di Jepang pascaperang, Komite Nasional untuk Pembebasan Burakumin didirikan, kemudian berganti nama menjadi Liga Pembebasan Buraku. Liga ini bekerja bersama kelompok sosialis dan komunis untuk mengamankan konsesi penting dari Pemerintah di tahun 60-an dan 70-an. Ini termasuk bantuan keuangan untuk komunitas yang terpinggirkan dan undang-undang yang melarang pihak ketiga untuk mencari rincian daftar keluarga, yang sampai saat itu merupakan salah satu cara utama untuk memeriksa keturunan Buraku seseorang.

Kelompok penekan membuat beberapa kemajuan besar pada 1980-an, ketika Pemerintah meluncurkan inisiatif pendidikan untuk komunitas Buraku dengan harapan memberi mereka lebih banyak awal dalam hidup mereka. Sementara semua ini terjadi, sebuah kelompok hak-hak garis keras menggunakan cara yang lebih ekstrim untuk mencapai tujuannya – Liga Pembebasan Buraku, yang memiliki hubungan dengan gerakan Levelers tahun 1920-an. Dibentuk setelah Perang Dunia II, dengan ikatan kuat dengan kelompok-kelompok kiri-keras, kolektif dilaporkan menggunakan kekerasan dan bahkan penculikan sesekali untuk menyebarkan pesannya.

Bertemu dengan mereka yang berselisih adalah Zenkairen, atau Aliansi Pembebasan Buraku Nasional. Kedua kelompok itu sering kali bentrok selama bertahun-tahun, saling menuduh tidak konsisten baik dalam kebijakan maupun ideologi. Menariknya, Zenkairen secara resmi dibubarkan pada tahun 2004 setelah tampaknya mengklaim bahwa ‘masalah buraku pada dasarnya telah diselesaikan’, hanya untuk berubah menjadi kelompok penekan lain, kali ini menamakan dirinya Konfederasi Nasional Gerakan Hak Asasi Manusia di Komunitas yang agak berat.

Insiden besar

Sekilas Tentang Burakumin

Pada pertengahan 1970-an, kelompok hak asasi Buraku menemukan daftar 330 halaman tulisan tangan nama Burakumin dan lokasi komunitas yang dijual kepada majikan di bawah radar. Para eksekutif pada gilirannya menggunakan informasi tersebut untuk menyaring pelamar kerja. Peristiwa itu menyebabkan skandal besar di Jepang, karena perusahaan-perusahaan termasuk Toyota, Nissan, Honda, dan Daihatsu diketahui telah membeli buku itu, bersama dengan ribuan individu. Penerbitan dan penjualan buku tersebut telah dilarang.

Pada tahun 2001, calon Perdana Menteri Taro Aso dilaporkan mengatakan: ‘Kami tidak akan membiarkan seseorang dari Buraku menjadi perdana menteri, bukan?’ dalam pertemuan tertutup ketika membahas masa depan politik Hiromu Nonaka, tokoh tertinggi kedua saat itu. dalam pemerintahan Jepang dan pesaing untuk menggantikan Perdana Menteri saat itu Yoshirō Mori. Nonaka menarik tawarannya untuk kepemimpinan segera setelah pernyataan itu.

Pada tahun 2009, ada insiden lain ketika Google Earth memasukkan peta sejarah Tokyo dan Osaka yang menentukan lokasi desa Buraku di zaman feodal, sekali lagi menyoroti masalah keturunan dan profil anggota Burakumin yang sedang berlangsung.

Jalan di depan

Kemajuan telah dibuat dalam beberapa tahun terakhir, tetapi masih ada jalan panjang sebelum anggota Buraku merasa sepenuhnya dilibatkan oleh masyarakat Jepang. Bahkan sampai hari ini, memanggil seseorang di Jepang sebagai Eta masih dianggap sangat ofensif. Sebuah undang-undang disahkan oleh Pemerintah pada tahun 2016 dalam upaya untuk melawan bias terhadap Burakumin, tetapi para pengkritik RUU tersebut mengatakan bahwa RUU itu tidak berjalan cukup jauh, karena tidak melarang diskriminasi dan kegagalan untuk menegakkannya tidak akan mengakibatkan denda atau hukuman penjara.